pasca 2014-2019, politik Nusantara diformat ulang dan
bangkit dari titik minus
Kompetisi politik di
periode 2014-2019 tidak ada indikasi adanya pemain berbakat. Tidak ada pola
permainan, tanpa sajian pertandingan yang enak ditonton. Gaya pemain mengolah
suasana batin rakyat nyaris hambar, hanya banyak sesumbar, berkoar dan menyalahkan
penonton. Ironisnya, di bangku cadangan duduk manis calon pemain dengan
berbagai modal.
Praktik antara
koalisi partai pendukung pemerintah dengan oposisi tak ada perbedaan yang
nyata. Semua pemain hanya mempertahankan posisinya agar jangan digeser kawan
sepermainan. Semua jurus, cadangan ilmu dikerahkan untuk menjaga eksistensi,
jati diri dan citra diri. Emanispasi politik telah terjadi tanpa kendali. Tidak
ada batas tabu, larangan antara sepak terjang politisi pria dengan modus
operandi politisi perempuan. Semua pemain tanpa pandang gender akan dikenai
sanksi hukum yang sama. Semua pemai merasa kebal politik yang tak mempan sanksi
hukum.
Daya juang pelaku,
pemain, pekerja politik adalah untuk mewujudkan cita-cita partai dengan
menjalankan kebijakan partai tanpa harus berfikir, tanpa harus mengkalkulasi
berat ringan misi. Argo politik sejalan dan berjalan beriringan dengan argo
rupiah. Masalah jauh dekat dengan rakyat, bukan ukuran kinerja. Yang penting
tidak mbalelo terhadap kebijakan partai.
Belum satu set, apalagi satu babak, terlebih
setengah main, sudah banyak anak partai yang kehabisan enerji politik. Ada yang
pilih pura-pura sibuk. Ada yang pakai cara hilir-mudik biar dikira aktif. Ada
yang diskusi sambil bermain, agar tampak cerdas. Ada yang memilih zona aman dan
nyaman. Tak kurang yang ambil posisi strategis sebagai penjaga gawang atau di
barisan belakang.
Kadar dan
pengejawantahan platform politik, landasan ideologi berbasis rasa
nasionalisme, jiwa kebangsaan dan kenegaraan, nilai-nilai demokrasi, yang
dimiliki bersama beberapa parpol menjadikan Nusantara dikapling-kapling secara
politis, untuk menyalurkan hobi dan bakat pemain nasional. Diimbangi semangat
otonomi daerah, menjadikan daerah provinsi, khususnya daerah kabupaten/kota
menjadi ajang, lahan garapan pengembangbiakkan trah dan jenis unggul politik
keluarga. Ironisnya, tidak ada puing-puing bekas kejayaan politik periode
Jokowi-JK sebagai bukti sejarah. Walau ada fakta historis bahwa elit partai
penguasa terbukti semakin adil, makmur dan sejahtera. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar