Halaman

Rabu, 25 Mei 2016

budak politik versi revolusi mental, orang loyal ke orang

budak politik versi revolusi mental, orang loyal ke orang

Karya monumental anak bangsa periode 2014-2019, berbasis revolusi mental, berupa orang loyal, patuh, tunduk, dan taat kepada orang lain. Terjadi di panggung, industri dan syahwat politik. Terlebih berkat kemurahan hati ketua umum partai politik, seorang pelaku, pemain dan pekerja politik meraih sukses dunia. Posisi ketua umum memang prestius dan prospektus. Sebagai syarat utama masuk bursa capres. Seolah ketum parpol menjadi dewa penolong, dewa penyelamat, dewa bagi-bagi Rp bagi orang yang menghamba kepada partai. Menjadi budak politik.

Dampak pingitan, pengkebirian, pemandulan, pensterilan asas dan daya ideologi atau berkembangnya partai politik selama zaman Orde Baru, menyebabkan orang kehilangan akal, nalar dan logika cara berpolitik yang benar, baik dan santun. Pasca Reformasi 21 Mei 1998, anak bangsa berlomba mendirikan partai politik. Saat tulisan ini ditayangkan, Indonesia bertambah lebih demokratis, ditandai dengan lahirnya 5 (lima) parpol baru. Berbadan hukum tidak otomatis parpol baru tadi bisa ikut pesta demokrasi, terlebih tahun 2019.

Ketua umum Partai Golkar yang sekedar melanjutkan sisa periode, tetapi punya beban politik karena akan berakhir di tahun kritis 2019. Bangsa Indonesia walau terbentuk, tergembleng, termotivasi oleh beraneka ragam bencana politik, namun menghadapi Bharata Yudha 2019, perlu langkah proaktif, preventif yang jitu. Jika periode 2014-2019, pekerja partai yang buka usaha sebagai penyelenggara negara, harus loyal kepada kebijakan partai, maka di pesta demokrasi 2019 hanya sebagai ajang formalitas mencari presiden. Daya imajinasi ideologi sebatas angan-angan, sebatas mengembarakan ambisi politik di atas kertas. 

Titik retak bangsa ini dimulai dari kasus reklamasi pantai utara provinsi DKI Jakarta. Para pelaku ekonomi, kekuatan asing unjuk gigi, memproklamirkan diri mampu bergaya langsung di ibu kota negara. Tanpa ada perlawanan, karena mereka punya kerabat sejak leluhur mereka bercokol di Nusantara, sampai kawanan atau teman yang bisa dikomunikasi secara sistematis, siang malam. Indonesia didikte hidup-hidup oleh kapitalis sipit. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar