Indonesia bangsa besar, bayar lunas jasa pejuang
politik sebelum . . .
Pengamat politik
dengan modal obrolan warung pinggir kali, acap berucap berbau gorengan minyak
curah. Sambil kunyah tahu tempe, mulut nerocos tak berujung pangkal omong sok tahu
politik. Paling-paling tertipu berita media massa, khususnya media penyiaran
televisi yang mencekoki pemirsa yang haus berita. Warung serba nasi ini, ditempeli
semboyan “sekarang
bayar kontan, besok boleh hutang”, malah tak pernah sepi dari pemakan.
Negara saja punya
hutang ke badan dunia, negara donor, atau lembaga keuangan internasional, yang
mengilhami jual beli barang dengan pola BTN = Beli Tapi Nyicil/Ngangsur alias
kredit dengan bunga ringan, tetapi tidak meringankan. Dampak risiko tagihan
ditanggung si penghutang, atau entah apa nama ilmiah ekonominya. Rakyat faham
apa itu uang muka, selain sudah tenar uang rokok, uang pelicin dan jenis
istilah lainnya.Termasuk “Kasih Uang Habis Perkara” yang populer dan berlaku
resmi sepanjang zaman.
“Tidak ada makan
siang gratis”, yang diadop dari semangat negara pemberi hutang : “no free
lunch”. Melahirkan dan menyuburkan politik transaksional, memadukan gaya
politik balas jasa, balas budi sekaligus praktik bareng dengan gaya politik
balas dendam. Periode 2014-2019 berbasis politik transaksional, karena yang
punya kerja dendam politiknya sedang di titik zenith, di ambang atas, sudah
tahap klimaks.
Indonesia dengan
polulasi nomer empat sedunia, menjadikan sebagai bangsa besar. Tua, tanpa loyo
dan layu, berdampak di panggung, industri dan syahwat politik, masih
bersliweran politisi sipil yang tak mati-mati - walau bukan sebagai mayat hidup
- dan tak akan puas sampai mati.
Jika
batas usia dikaitkan dengan produktifitas, ada baiknya, bukan berarti ybs harus
duduk yang manis. Usia senja jangan diartikan sebagai usia yang ditunggu,
sebagai saat tepat sibuk dengan urusan akhirat. Usia senja jangan diartikan
sebagai masuk kotak, habis segala daya dan upaya. Usia pensiun memang bisa
diartikan saat uber rezeki. Karena selama masih aktif, hanya menjalankan
kewajiban sesuai tugas dan fungsi kerja. Pasca pensiun, garis kehidupan tak
akan menaik tajam atau merosot drastis. Tak salah sejak belia sudah mandi
keringat, nanti hidup tua menjadi bermartabat. Semakin berumur, hidup semakin
teratur. Walau sudah meliwati masa ternak-teri, tinggal lele (leyeh-leyeh).
Tiap pagi duduk di teras, melahap surat kabar dan menyeruput secangkir teh nasgitel.
Sibuk momong cucu. Urus pekarangan. Bergegas ketika azan dikumandangkan.
Lalu
kapan mentuntaskan isi cerita dengan judul. Frasa ‘pejuang politik’ tampak heroik, hanya
dilakukan orang yang tanpa pamrih. Minimal, orang yang sudah tidak memikirkan
dunia. Berjuang karena Allah, untuk Allah semata. Konsep yang ideal, di atas
kertas atau dalam bentuk naskah akademis. Jika ‘pejuang politik’ mendapat
balasan dunia berwujud takhta, harta dan jelita (bagi pria) atau berbentuk
harta, harta, harta bagi kaum hawa, sebagai konsekuensi logis bahwa bangsa yang
besar akan membayar jasa ‘pejuang politik’.
Kasus yang menimpa oknum
sekjen parpol bertajuk nasdem, sebagai partai pendatang baru di pesta demokrasi
2014, namun dengan cepat, sigap mampi menyesuaikan diri dengan iklim politik.
Berurusan dengan KPK sebagai tersangka dalam penanganan
perkara kasus bantuan Sosial pemprov Sumut, di Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan
Agung. Terjadi di oktober 2015, sebagai kado tahun pertama pemerintahan
Jokowi-JK. Kata pengamat politik, lihat alenia awal, karena pemerintah tidak
memperhatikan nasib pendukungnya. Sehingga, pejuang politik sekaliber sekjen
partai nasdem, harus blusukan, berjibaku mencari obyekan, mencari tambahan ala
kadarnya agar asap dapur keluarga tetap mengepul, berasap. Seolah pemerintah
melakukan pembiaran yang berakibat keluarga pejuang politik kapiran, walau
belum masuk kategori keuarga pra-sejahtera.
Namun jika ada pejuang politik yang mampu kaya secara
finansial, ekonomi, yang kemudian layak, patut diresmikan jadi pembantu
presiden, sebagai bukti bahwa partai politik sebagai mata pencaharian utama. Bisa
menjadi menu utama revolusi mental, sebagai bahan ajar pendidikan politik
praktis. Wajar ybs bisa berpenghasilan jauh di atas rata-rata petani
se-Nusantara. Ybs bisa fokus dan mengabdikan dirinya secara total demi
cita-cita partai. Apa itu cita-cita partai, pernah saya tayangkan di blog yang
sama.
Jadi, wahai negaraku sebagai bangsa besar, bayar lunas
jasa pejuang politik sebelum jatuh tempo. Sebelum keringat dan air mata buaya
kering. Sebelum ingatan politik dan syahwat politik susut. Sebelum ambisi
politiknya memudar. Sebelum daya ideologinya beralih rupa.[HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar