wacana LGBT, semakin dikupas, setan semakin berkipas
Memang
perilaku LGBT (lesbian,
gay, biseksual, transgender) yang beredar dan dipraktikkan bebas di
Indonesia, tidak masuk kategori penyakit masyarakat sesuai UU, tidak pula masuk penyakit umat. Komponen
LGBT bagian dari penyakit sosial tercatat sejak Sebelum Masehi (al. zaman nabi
Luth a.s). Ironisnya, pelaku LGBT bukan karena akibat gizi buruk, bukan dari
kalangan elit (ekonomi sulit), tidak datang dari kalangan tuna pendidikan,
tidak muncul dari penduduk di kampung kumuh.
Walau tanpa virus, namun
dapat mewabah dalam skala dunia. Obatnya jangan diterapkan setelah pasien
sampai stadium terakhir. Gejalanya bisa dideteksi sedini mungkin. Vaksin anti
LGBT harus disuntikkan seawal mampu. Bahkan, pihak yang peduli, khususnya
keluarga wajib melakukan tindak cegah tangkal sepagi bisa. Pasangan yang akan
nikah, berbekal dan sudah punya pedoman untuk menyiapkan generasi yang kuat,
dalam arti luas.
Era antar negara seolah tanpa
batas jarak, tanpa batas waktu, tanpa batas ruang, berakibat apapun bisa
terjadi dan bebas terjadi atau melakukannya, seolah tanpa sanksi. Lalu lintas
dan peredaran perilaku LGBT, non stop 24 jam. Di Indonesia, wacana LGBT semakin dibahas
malah semakin bernas. Malah mendapat hati dan kursi. Apalagi menyangkut
kepentingan dan konspirasi internasional, posisi Indonesia selain tidak
mempunyai posisi tawar, juga tak dianggap.
Seminar luar biasa, atau bahkan fatwa semua
agama, tak akan mempan membendung tumbuh kembangnya tindakan perlilaku LGBT.
Semakin dikupas, setan semakin berkipas. Tak salah kalau LGBT merupakan
penyakit setan. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar