Halaman

Senin, 29 Februari 2016

Jakarta surplus daya tarik politik

Jakarta surplus daya tarik politik

Hanya gara-gara Joko Widodo geilang menjabat gubernur DKI Jakarta, maka sebelum jatuh tempo sudah naik klas menjadi kepala daerah, tak urung jabatan gubernur Jakarta menjadi jabatan prestisius, jabatan bergensi. Ditetapkan secara politis jabatan gubernur ibu kota negara sebagai tiket terusan ke jabatan kepala negara.

Pilkada Jakarta yang akan dilaksanakan tahun 2017 menjadi daya tarik politik yang kuat. Seolah energi dan emosi bangsa tersedot dengan hajatan tersebut, sehingga kasus harian Jakarta nyaris tenggelam. Sebutan Jakarta kota BMKG (banjir, macet, kebanjiran, gusur) memang layak disematkan, dari satu periode gubernur diwariskan ke gubernur berikutnya.

Banyak oknum anak bangsa merasa bisa, merasa layak, merasa pantas tampil sebagai gubernur Jakarta.  Parpol juara umum pesta demokrasi 2014 bahkan merasa paling berhak atas jatah kursi gubernur Jakarta. Gubernur Jakarta yang belum jatuh tempo pasti sedang sport jantung. Mengandalkan konspirasi politik internasional berusaha agar tetap jadi gubernur. Andai kursi gubernur Jakarta dilelang, pasti berhasil diraihnya berkat dukungan pemodal yang sudah lama mendikte ekonomi nasional. Jalur independen sangat memungkinkan terjadi karena dukungan kekuata pedagang politik.

Sesuai hukum kesimbangan, jika Jakarta sarat dengan daya tarik politik, tak ayal berbagai modus operandi menjadi halal dilakukan. Mulai politisi pikun, politisi kambuhan, politisi karbitan/orbitan, politisi ecek-ecek akan berjibaku, bertarung mati-matian.

Pilkada Jakarta 2017 sebagai ajang pembuktian betapa parpol yang masih ada, malah unjuk diri dengan tanpa kadernya yang berani maju tanding. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar