dicari, pemain dan
pelaku sejarah masa depan Indonesia
Perjalanan hidup dan babakan kehidupan bangsa, negara dan masyarakat
Indonesia, sejak presiden dipilih langsung oleh rakyat tahun 2004, tersegmentasi
dalam periode lima tahunan. Tak salah jika rangkaian sejarah diramu, dirakit,
dirangkai serta dibentuk, ditentukan oleh kinerja, kontribusi dan kiprah partai
politik peserta pesta demokrasi. Jika pemain lama masih betah bertahan, tidak
terjadi regenerasi, tak ayal secara langsung terjadi penurunan kualitas hidup.
Regenerasi politik lebih diterjemahkan sebagai membagi dan menurunkan kekuasaan
ke jalur keluarga, atau dikenal dengan istilah family system. Sah-sah
saja, bahkan di negara angkara murka ada istilah klan, dinasti, atau sebutan
khas lainnya.
Perjalanan hidup bangsa Indonesia memang linier, namun ditentukan oleh
perjalanan waktu yang tak berulang, walau ada siklus harian yang rutin datang
tiap sejak fajar berkibar. Tiap hari kita mengulang tindakan yang sama, tipikal,
ritmis, sekaligus mengulang dosa yang sama. Semangat yang muncul ditentukan
apakah awal pekan atau akhir pekan. Beda dengan pekerja harian, bak burung,
berangkat sebelum terang tanah, pulang jelang gelap tanah, tembolok isi,
kantong baju isi Rp.
Perjalanan sejarah Indonesia mengalami pasang surut tergantung bagaimana
pelaku sejarah menjalankan perannya. Secara perseorangan, individu, muncul
sosok pengisi sejarah Indonesia dengan tinta emas. Namun, walau prestasi sampai
skala dunia, masih kalah pamor dengan gebrakan dan gegernya orang politik. Kendati
tindakan orang politik masuk kategori pengisi sejarah Indonesia dengan
tinta hitam, menggores sejarah dengan arang,
karena banyak jasa bagi partai politiknya, tetap diagung-agungkan. Menyandang gelar
pelaku tipikor, atau minimal terbukti secara yuridis melanggar pasal, bahkan
pasal berlapis hukum, berkat media massa bisa dianulir dan dilupakan sejarah.
Perjalanan peradaban bangsa, negara dan masyarakat, begitu wakil rakyat
Nusantara dan kepala negara dilantik, langsung kebaca, terbaca bagaimana
nasibnya. Periode 2014-2019 yang sarat dengan konspirasi politik, sejalan
dengan asas éra mégatéga yang sesak, padat, masif dengan berbagai elemen mégakasus.
Terjadi pembiaran dan pembenaran politik, siapa nantinya yang akan turun
gelanggang sudah bisa ditebak. Bukan masanya membeli kucing dalam karung.
Akankan, pemain dan pelaku sejarah masa depan Indonesia sebagai bagian integral,
atau turunan biologis dan kelanjutan idiologis dari periode 2014-2019. Wallahu
a’lam. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar