ANTISIPASI BANJIR
MULAI DARI RUMAH TINGGAL
Rumah adalah bangunan gedung yang
berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni (memenuhi persyaratan
keselamatan bangunan dan kecukupan minimum luas bangunan serta kesehatan
penghuninya), sehingga hanya wujud fisik yang diperhatikan. Lingkungan atau
tanah di luar rumah tinggal bisa dimanfaatkan secara opitmal, bisa multifungsi.
Menghadapi banjir, rumah tinggal dan
tanah bisa direkayasa sebagai wadah untuk menampung air hujan, sebagai media
untuk menyerap air hujan, sebagai sarana untuk memasukkan air hujan ke dalam
bumi. Minimal air hujan diusahakan tidak menggenang dalam waktu tertentu, serta tidak banyak
terbuang melalui selokan, saluran pematusan atau drainase di depan rumah.
Kontribusi kumpulan rumah atau biasa
disebut perumahan (sebagai bagian dari
permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana,
sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni),
dalam mengantisipasi banjir lokal maupun banjir kiriman sangat nyata.
Landasan hukum diperlukan sampai
tingkat operasional di lapangan. Pemanfaatan tanah selain untuk bangunan rumah
tinggal, setiap rumah tinggal wajib membuat :
Langkah pertama, penerapan KDB (koefisien dasar bangunan),
KLB (koefisien lantai bangunan), dan ketinggian rumah tinggal sesuai RTBL (rencana
tata bangunan dan lingkungan), dikombinasikan dengan asas RTH (ruang terbuka
hijau);
Langkah kedua, RTH bersifat terbuka yang pada dasarnya
tanpa bangunan, dimanfaatkan untuk tanaman pelindung sampai tanaman hias.
Usahakan tanah terbuka jangan dilapis dengan perkerasan, tanami rumput atau
dihampari kerikil/ split;
Langkah ketiga, membuat sumur resapan di beberapa tempat
sesuai dengan luas dan struktur tanah, curah hujan, untuk meresapkan air hujan
dari atap ke bumi;
Langkah keempat, membuat lubang tanah untuk tempat sampah
rumah tangga organis, dipadatkan sampai penuh, dengan sistem gali lubang tutup lubang
[HaeN].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar