Ketika Doa Tak Terucap
Kita yakini ada waktu dan tempat atau kondisi
tertentu yang mendukung doa menjadi mustajab. Doa bukan sesuatu yang berdiri
sendiri. Doa-ikhtiar-tawakal adalah tiga serangkai menjadi satu sistem, yang
akan mempermudah dan memperlancar perjalanan keislaman kita di dunia serta
merintis dan membuka jalan perjalanan menuju akhirat.
Akankah kita bisa berdoa dalam hati, bahkan
sambil berdiri, seperti saat mengheningkan cipta di upacara bendera. Ataukah
doa bisa dilakukan bersama di pembukaan pengajian. Ataukah kita tinggal
mengamini doa imam usai sholat berjamaah. Berdoa ada rukunnya, ada aturan
mainnya.
Kemustajaban tiga serangkai doa-ikhtiar-tawakal
sesuai cuplikan firman Allah di [QS Ar Ra’d (13) : 11] : “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan
sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada
diri mereka sendiri.”
Kita sebagai kaum atau bangsa, sering tak
merasakan adanya kemunduran dari berbagai aspek kehidupan, mungkin karena
terselubung dengan sepak terjang, hiruk pikuk dan dinamika politik Nusantara.
Ayat di atas menegaskan bahwa Allah memberi
kesempatan, bahkan wewenang kepada manusia, untuk merubah keadaannya sendiri. Betapa seseorang
mampu merubah nasib dengan usaha sendiri, dan dengan izin Allah. Merubah nasib,
apakah ada kaitannya dengan merubah takdir-Nya? Wallahu ‘A’lam. Dari berbagai
kajian, Islam memberikan isyarat dan syarat yang melandasi usaha manusia atau
ikhtiar manusia, sebagai rangkaian merubah takdir, yaitu dengan cara memperbanyak
doa dan menyambung silaturrahim berbasis semangat ukhuwah serta tawakal.
Manusia wajib berproses, sementara hasil akhir atau raihan yang bisa dipetik
menjadi hak prerogratif Allah.
Akumulasinya atau jika dilakukan secara
berjamaah dapat berdampak pada nasib bangsa. Kita buka makna Qada Mu’allaq : adalah
takdir yang digantung atau bersyarat, dalam artian ketentuan tersebut boleh
berlaku dan terjadi, dan boleh juga tidak terjadi pada diri seseorang, bahkan
ia bergantung kepada usaha manusia itu sendiri. Kondisi aktual dan faktual ini
berdasarkan [QS Ar
Ra’d (13)
: 39] : “Allah
menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki),
dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh mahfuzh).”
Kembali ke pokok bahasan doa. Kita
memaknai doa sebagai permohonan. Namanya memohon, kita acap lupa, memohon atau mengajukan
permintaan secara redaksional tak jauh beda. Sesuai sifat manusia, pas
menghadapi masalah yang tak kunjung reda, atau saat menginginkan sesuatu
terutama dalam ukuran duniawi namun belum terwujud, mendadak ingat Allah. Serta
merta rajin dan sibuk berdoa.
Intinya, jadikan doa sebagai nafas
kita. Artinya jangan sampai pas butuh, baru berdoa. Terlebih Allah sudah
mengingatkan kita liwat [QS Yunus (10) : 12] : “Dan
apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring,
duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia
(kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa
kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah
orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka
kerjakan.”
Kita jangan lupa berdoa untuk semua kondisi,
bagaimanapun juga keadaan kita. Karena salah satu doa mujarab yaitu saat kita
sering memperbanyak doa pada waktu lapang, lega tanpa masalah dan hati merasa
bahagia. Sunnah Rasul yaitu dari Abu Hurairah ra., bahwasanya Rasulullah
SAW bersabda. “Barangsiapa yang ingin doanya terkabul pada saat sedih dan
susah, maka hendaklah memperbanyak berdoa pada saat lapang”. (HR. Tirmidzi,
dan al-Hakim. Dishahihkan oleh Imam Dzahabi dan dihasankan oleh Al-Albani).
Ketika kita melihat bentuk kezaliman yang kita tidak
mampu berbuat, minimal kita mengetahui, serta dalam hati berdoa.
Ketika beban urusan dunia tak terasa berkurang, atau
bahkan bertambah hari demi hari. Ketika kita sudah berikhtiar mati-matian, namun
tidak ada tanda, sinyal datangnya keberkahan, apa yang kita lakukan. Ketika
kita bahkan kehabisan doa, merasa semua doa sudah kita baca. Ketika kita baca
doa bak baca daftar belanja, semua keinginan tercata rapi, malah seperti
menodong Allah.
Ketika lidah kita terasa terkunci saat berdoa. Ketika
kita kehabisan akal dan kata saat berdoa. Tindak apa yang harus kita lakukan?
Kita bisa mengacu sejarah nabi Zakria a.s, dengan
berbagai kondisinya maupun kondisi umatnya, tersurat dan tersirat di [QS Maryam
(19) : 3] : “yaitu tatkala ia berdoa kepada
Tuhannya dengan suara yang lembut”.
Ingat, jika kita ahli doa, kapanpun, dalam kondisi apapun,
dimanapun kita berada, akan mengasah kepekaan hati kita. Dorongan hati yang
kuat menjadi landasan doa. Sambil berbaring, tanpa tangan tengadah, kita tetap
bisa berdoa. Berdoa dengan suara yang lembut seperti nabi Zakaria a.s. Rintihan
hati kepada Allah, bisikan hati karena selalu ingat Allah, sekaligus sarat
pengaduan, bermakna sebagai doa. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar