Halaman

Minggu, 28 Februari 2016

Ketika Doa Tak Terucap

Ketika Doa Tak Terucap

Kita yakini ada waktu dan tempat atau kondisi tertentu yang mendukung doa menjadi mustajab. Doa bukan sesuatu yang berdiri sendiri. Doa-ikhtiar-tawakal adalah tiga serangkai menjadi satu sistem, yang akan mempermudah dan memperlancar perjalanan keislaman kita di dunia serta merintis dan membuka jalan perjalanan menuju akhirat.

Akankah kita bisa berdoa dalam hati, bahkan sambil berdiri, seperti saat mengheningkan cipta di upacara bendera. Ataukah doa bisa dilakukan bersama di pembukaan pengajian. Ataukah kita tinggal mengamini doa imam usai sholat berjamaah. Berdoa ada rukunnya, ada aturan mainnya.

Kemustajaban tiga serangkai doa-ikhtiar-tawakal sesuai cuplikan firman Allah di [QS Ar Ra’d (13) : 11] : Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”

Kita sebagai kaum atau bangsa, sering tak merasakan adanya kemunduran dari berbagai aspek kehidupan, mungkin karena terselubung dengan sepak terjang, hiruk pikuk dan dinamika politik Nusantara.

Ayat di atas menegaskan bahwa Allah memberi kesempatan, bahkan wewenang kepada manusia, untuk merubah keadaannya sendiri. Betapa seseorang mampu merubah nasib dengan usaha sendiri, dan dengan izin Allah. Merubah nasib, apakah ada kaitannya dengan merubah takdir-Nya? Wallahu ‘A’lam. Dari berbagai kajian, Islam memberikan isyarat dan syarat yang melandasi usaha manusia atau ikhtiar manusia, sebagai rangkaian merubah takdir, yaitu dengan cara memperbanyak doa dan menyambung silaturrahim berbasis semangat ukhuwah serta tawakal. Manusia wajib berproses, sementara hasil akhir atau raihan yang bisa dipetik menjadi hak prerogratif Allah.

Akumulasinya atau jika dilakukan secara berjamaah dapat berdampak pada nasib bangsa. Kita buka makna Qada Mu’allaq : adalah takdir yang digantung atau bersyarat, dalam artian ketentuan tersebut boleh berlaku dan terjadi, dan boleh juga tidak terjadi pada diri seseorang, bahkan ia bergantung kepada usaha manusia itu sendiri. Kondisi aktual dan faktual ini berdasarkan [QS Ar Ra’d (13) : 39] : Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh mahfuzh).”

Kembali ke pokok bahasan doa. Kita memaknai doa sebagai permohonan. Namanya memohon, kita acap lupa, memohon atau mengajukan permintaan secara redaksional tak jauh beda. Sesuai sifat manusia, pas menghadapi masalah yang tak kunjung reda, atau saat menginginkan sesuatu terutama dalam ukuran duniawi namun belum terwujud, mendadak ingat Allah. Serta merta rajin dan sibuk berdoa.

Intinya, jadikan doa sebagai nafas kita. Artinya jangan sampai pas butuh, baru berdoa. Terlebih Allah sudah mengingatkan kita liwat [QS Yunus (10) : 12] : “Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan.”

Kita jangan lupa berdoa untuk semua kondisi, bagaimanapun juga keadaan kita. Karena salah satu doa mujarab yaitu saat kita sering memperbanyak doa pada waktu lapang, lega tanpa masalah dan hati merasa bahagia. Sunnah Rasul yaitu dari Abu Hurairah ra., bahwasanya Rasulullah SAW bersabda. “Barangsiapa yang ingin doanya terkabul pada saat sedih dan susah, maka hendaklah memperbanyak berdoa pada saat lapang”. (HR. Tirmidzi, dan al-Hakim. Dishahihkan oleh Imam Dzahabi dan dihasankan oleh Al-Albani).

Ketika kita melihat bentuk kezaliman yang kita tidak mampu berbuat, minimal kita mengetahui, serta dalam hati berdoa.

Ketika beban urusan dunia tak terasa berkurang, atau bahkan bertambah hari demi hari. Ketika kita sudah berikhtiar mati-matian, namun tidak ada tanda, sinyal datangnya keberkahan, apa yang kita lakukan. Ketika kita bahkan kehabisan doa, merasa semua doa sudah kita baca. Ketika kita baca doa bak baca daftar belanja, semua keinginan tercata rapi, malah seperti menodong Allah.

Ketika lidah kita terasa terkunci saat berdoa. Ketika kita kehabisan akal dan kata saat berdoa. Tindak apa yang harus kita lakukan?

Kita bisa mengacu sejarah nabi Zakria a.s, dengan berbagai kondisinya maupun kondisi umatnya, tersurat dan tersirat di [QS Maryam (19) : 3] : yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut”.

Ingat, jika kita ahli doa, kapanpun, dalam kondisi apapun, dimanapun kita berada, akan mengasah kepekaan hati kita. Dorongan hati yang kuat menjadi landasan doa. Sambil berbaring, tanpa tangan tengadah, kita tetap bisa berdoa. Berdoa dengan suara yang lembut seperti nabi Zakaria a.s. Rintihan hati kepada Allah, bisikan hati karena selalu ingat Allah, sekaligus sarat pengaduan, bermakna sebagai doa. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar