menyelesaikan masalah hukum tanpa
aspek hukum
Akankah hukum memang sesuai
singkatan dari Hanya Untuk Kaum Umum
dan Miskin (hukum). Itupun soal siapa yang bisa dikenai hukum, orang seperti apa yang
hukum berlaku baginya, hukum diberlakukan kepada siapa saja.
Akankah pasal hukum hanya
diberlakukan pada orang tertentu saja.
Apakah proses hukum hanya bisa
jalan tergantung siapa yang tersangkut dan pasal berapa yang dilanggarnya.
Justru yang termaktub inilah yang menjadi ciri tegaknya hukum di Indonesia.
Penegakkan hukum membutuhkan biaya ekstra.
Jika kasus yang ditangani malah
membuang waktu dan menyedot biaya, bisa dikesampingkan. Kurang bukti bisa jadi
dalih yuridis.
Jika bobot perkara tidak menambah
nilai jual hamba hukum atau penegak hukum, bisa dimentahkan atau dijalankan
secara marathon, ,massal.
Atau jika ingin dikira hukum
ditegakkan tanpa pandang bulu, perkara dengan tersangka wong cilik, segera
diproses. Hukuman yang diputuskan menjadi bukti bahwa hukum buatan manusia
memang cespleng.
Atau karena kasus yang ditangani
sudah terlanjur jadi wacana publik, mendapat sorotan dan opini publik, terpaksa
pihak peradilan tak mau setengah-setengah.
Andai terdakwa tidak masuk
kategori ‘umum dan miskin’ serta pasal yang dilanggar
merupakan pasal berlapis, bertingkat dan komersial, dipastikan proses peradilan
butuh waktu. Semakin detik waktu bergulir, argo Rp semakin mengalir. Banyak
pihak yang merasa diuntungkan secara finansial. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar