Halaman

Senin, 22 Februari 2016

jadikan KPK musuh bersama (penyelenggara negara)

jadikan KPK musuh bersama (penyelenggara negara)

Apa kata dunia! cuplikan jargon pariwara yang menjadi andalan Indonesia sebagai patokan untuk menjaga imej, mempertahankan citra,  membangun  gengsi di mata dunia. Investor asing hengkang dari Nusantara gara-gara pekerja/buruh punya agenda tetap, terbuka yaitu melakukan unjuk rasa dan unjuk raga. Bangga karena harga BBM masih murah dibanding negara lain. Akhirnya, semua tadi menjadi faktor penentu penetapan kebijakan pemerintah. Membuka diri terhadap arus masuk TKA. Budaya asing, termasuk perilaku LGBT, nyelonong masuk tanpa permisi.

Soal peringkat sebagai negara berkorupsi, tidak jadi soal. Hanya masalah survei, bisa dilawan dengan survei tandingan. Pelaku tipikor menjadi tamu istimewa di rumah tahanan, atau apa pun sebutannya, menjadi tamu VVIP. Koruptor di negara lain bisa potong kepala, minimal potong tangan. Koruptor di Indonesia potong masa tahananya. Jangan disangkal kalau koruptor tidak ada atau bahkan tidak banyak jasanya bagi kehidupan partai politik pengusungnya.

Episode  Buaya vs Cicak semangkin membuktikan bahwa KPK sebagai musuh hukum. Sebagai awal dilakukannya babad orang secara institusional, konstitusional, legal dengan dasar semangat kolektif kolegial. Semangkin mendudukkan daripada pelaku korup sebagai pahlawan ideologi. Toh negara tak akan bangkrut atau pembangunan menjadi mangkrak. Idem di daerah provinsi maupun sampai tingkat kelurahan/desa.

Kalau bukan institusi melalui pimpinan KPK yang diobok-obok, Plan B adalah dengan memberi wewenang lebih akan tugas dan fungsi KPK. Walhasil terjadi revisi UU 30/2002 tentang “Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi” yang dikenal dengan sebutan KPK.

Fakta bahwa operasi tangkap tangan oleh KPK, selain menurunkan martabat Indonesia di mata dunia, juga bukan sikap etis, seperti menangkap basah pasangan bukan suami isteri sedang berlaku mesum di losmen klas melati oleh Satpol PP. Atau oknum penyelenggara di tunggu apesnya atau ditunggu jatuh temponya baru digerebek oleh KPK.

Tidak ada alasan yuridis formal UU KPK perlu ditinjau ulang atau disempurnakan sesuai perkembangan, tuntutan dan kebutuhan hukum, khususnya dampak dari perubahan UUD 1945.

Indonesia sebagai bangsa timur yang sarat dengan budaya adiluhung, memang harus mikul sing duwur, mendem sing jeroatau menghargai penyelenggara negara yang sedang sibuk menyelesaikan masa bhaktinya. Jangan diotak-atik, dikorek-korek boroknya. Beri kesempatan sampai ada pengganti atau penerusnya.

Apa kata Ketua DPR RI!

Begini ceritanya :

Senin, 22 Februari 2016, 11:57 WIB

Ketua DPR: Hak Ketua KPK Jika Ingin Mundur

Red: Esthi Maharani
Republika/Agung Supriyanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPR Ade Komaruddin mengatakan institusinya menghormati sikap pimpinan KPK terkait rencana revisi UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK. Ia hanya menegaskan revisi itu tidak akan melenceng dari empat poin yang disepakati.

"Itu hak beliau (Ketua KPK Agus Rahardjo mengancam mundur), tentu kami hormati sikap beliau tersebut," katanya, Senin (22/2). 

Dia mengatakan sikap Ketua KPK merupakan hak pribadi yang bersangkutan, namun ia mengingatkan revisi UU KPK tidak akan melenceng dari empat poin yaitu dibentuknya dewan pengawas KPK, mengeluarkan SP3, mengangkat penyelidik, penyidik dan penuntut umum, serta pengaturan penyadapan oleh KPK.

Menurut dia, empat poin itu sebenarnya sudah disetujui oleh DPR, pemerintah dan institusi KPK untuk dimasukkan dalam revisi UU KPK.

"Saya yakini revisi tidak akan melenceng dari yang diniatkan semua yaitu tidak lebih lebih atau kurang yaitu 4 hal, baik dari pemerintah maupun DPR, maupun institusi KPK," ujarnya.

Dia mengatakan, dua kali Rapat Pimpinan Fraksi pengganti Badan Musyawarah DPR sepakat merevisi UU KPK untuk penguatan institusi KPK, bukan melemahkan.

Dia menilai draf revisi UU KPK yang ada saat ini bukan kesepakatan pemerintah dengan DPR namun pemerintah dengan KPK dan itu bisa saja ada perubahan redaksional, termasuk substansi.

"Kalau tidak sesuai dengan empat poin itu tidak dilanjutkan maka tidak masalah. Besok (Selasa, 23/2) itu kan diketuk inisiatif dan itu ruu, bukan uu sendiri, pembahasan UU itu dilakukan Presiden dengan DPR," katanya.
Sumber : antara

ARTINYA
Komentar atau ucapan oknum Ketua DPR, pasti keluar dari proses dan kendali hati. Rekam jejak sebagai kader tulen partai golkar, jangan dipolitisasi atau dijadikan bahan dialog, diskusi, debat di acara, adegan, atraksi layar kaca berbayar.

Di balik bahasa tutur, bahasa lisan oknum Ketua DPR sudah menyuratkan dan menyiratkan Indonesia tidak perlu jaga imej di mata dunia. Bahkan Indonesia mampu membuat mahzab baru dalam berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Indonesia sudah tidak bisa didikte lagi oleh kekuatan dan kepentingan asing.

Indonesia sebagai bangsa besar harus mampu menghargai jasa para pahlawannya. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar