Halaman

Rabu, 10 Februari 2016

bom waktu 2014-2019, rakyat trauma politik

bom waktu 2014-2019, rakyat trauma politik

Judul di atas bukan tanpa sebab, bukan tanpa alasan teknis, bukan diada-adakan, bukan dipas-paskan,  nukan dadakan, bukan lepas dari angan-angan kosong, walau nyaring bunyinya. Tapi memang terpengaruh oleh ‘berita yang bukan kabar’ yang cukup informatif. Betapa tidak, bermula saat saya buka laman http://poskotanews.com/2016/02/10/.  

Seingat saya, koran Poskota sejak zaman Orde Baru menjadi bacaan rakyat. Bahkan ada satire, lelucon, anekdot, yaitu “Ada nenek hanyut di sungai, dimana akan diketemukan?”. Jawaban berdasarkan “fakta” adalah akan diketemukan di Poskota.

Di rubrik Sental-Sentil ditayangkan olah kata (plus ada gambar ilustrasi), sebagai berikut :

Ketum Golkar Paling “Menjanjikan” Cuma Setya Novanto–Nurdin Halid

Rabu, 10 Februari 2016 — 5:13 WIB

AKHIRNYA Aburizal Bakrie – Agung Laksono “nyadar” bahwa tampuk pimpinan Partai Golkar itu perlu diestafetkan pada generasi yang lebih muda. Menghadapi Munas Golkar yang kemungkinan bulan Mei mendatang, ada 12 nama kader Golkar yang siap bertarung. Tapi sesungguhnya, paling “menjanjikan” adalah duet Setya Novanto–Nurdin Halid. Keduanya sudah terbukti “tahan uji” terhadap banyak masalah yang pernah membelitnya.

Gara-gara Aburizal Bakrie menyalahi tradisi Ketum Golkar hanya sekali, munculah kemudian Agung Laksono yang juga memproklamirkan diri sebagai Ketum Golkar versi Munas Ancol. Sejak Golkar itu partai beringin mengalami kisruh berkepanjangan. Lebih dari setahun Pemerintah dan rakyat ikut capek dibuatnya. Baru setelah disindir sesepuh Golkar BJ Habbie, mereka “nyadar” dan sepakat gelar Munas bulan Mei mendatang dan memberikan kesempatan generasi lebih muda pimpin Golkar.

Kini setidaknya ada 12 nama yang berpotensi maju sebagai calon ketua umum. Dua belas nama itu adalah: Priyo Budi Santoso, Idrus Marham, Zainuddin Amali, Ade Komarudin, Airlangga Hartarto, Mahyudin, Agus Gumiwang, Agun Gunanjar, Setya Novanto, Fadel Muhammad, Nurdin Halid dan Roem Kono. Semua siap adu konsep untuk membawa Partai Golkar lebih baik dan menang selalu dalam Pemilu.

Tapi menurut lembaga survey “Skeptis” yang tak terdaftar di KPU, duet yang “menjanjikan” untuk membawa Golkar berjaya di masa depan justru Setya Novanto – Nurdin Halid. Eks Ketua DPR itu jadi Ketumnya, dan bekas Ketum PSSI tersebut menjadi Sekjennya. Mereka dijamin lebih “tahan uji”, karena berdasarkan rekam jejaknya, mereka ini berhasil “survive” dalam kasus yang membelitnya.

Nurdin Halid misalnya, ketika menjadi napi karena kasus korupsi pengadaan minyak goreng, dia masih eksis memimpin PSSI. Begitu juga Setya Novanto, meski terlibat kasus “papa minta saham”, dia tak dipecat dari DPR, kecuali mundur saja dari kursi Ketua. Jaksa Agung pun tak mampu menaikkan statusnya jadi tersangka.

Dan bila terpilih jadi Ketum Golkar nanti, Setya Novanto punya hak untuk nyapres di 2019. Misalkan terpilih, dia bisa menebus kekalahannya, dari eks Ketua DPR menjadi presiden, apa ora heibat? – gunarso ts
######
SIMPUL DAN SARAN KATA
Akumulasi rasa kecewa rakyat terhadap gebrakan, kiprah, kinerja, kontribusi Pemerintah maupun penyelenggara negara, dalam satuan waktu hari ke hari, minggu ke minggu, dari bulan ke bulan, triwulan sampai ke triwulan berikutnya, semester gasal dan semester genap bergantian datang, tengah periode, semakin menyesakkan dada.

Oknum pelaku dan pemain politik di panggung, industri, syahwat politik tampak bermain bebas, berimprovisasi dan mematut diri. Saling adu mulut, saling sikut. Entah karena antar ‘sutradara intelektual’ berebut pengaruh, atau  skenarionya menggunakan bahasa rakyat. Entah tidak ada seleksi pemain. Asal comot sana, comot sini.

Yang jelas, andai sental-sentil di Poskota nantinya terbukti, betapa semakin pengap udara dan suhu politik Nusantara. Betapa semakin sesak dada rakyat. Rakyat terkontaminasi radiasi bahaya politik kekuasaan.

Yang jelas pula, pelaku dan pemain politik, tidak tahu sedang memainkan tema apa. Tidak tahu sedang memerankan karakter apa. Tidak tahu sedang memainkan peran apa. Ironisnya, mereka tidak tahu apakah sedang bersandiwara atau sedang (melakukan adegan) apa?. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar