Halaman

Minggu, 21 Februari 2016

7 misteri angka 7 pada Joko Widodo

7 misteri angka 7 pada Joko Widodo

Sekedar ota-atik makna angka, secara irasional memang ada yang patut dicerna dengan akal sehat, akal waras atau rasional. Apa arti sebuah angka. Secara matematis, angka atau bilangan bisa bicara. Angka 9 sebagai bilangan terbesar. Angka atau bilangan multitafsirnya bisa melebihi kata.

Satu pekan, satu minggu terjadi dari 7 hari, dimulai dari hari Senin. Hari ahad sebagai hari ketujuh. Senin sebagai hari pertama, orang masuk kerja dengan semangat baru dan energi terbarukan, namun dengan beban mental malah paling besar.

Joko Widodo sebagai presiden RI ke-7, atau hari ahad, hari minggu, saatnya orang istirahat atau sibuk dengan berbagai urusan keluarga, urusan sambung rasa dengan kerabat sampai melakukan perbuatan yang tidak bisa dilakukan tiap hari.

Jika angka/bilangan 9 didaulat sebagai yang terbesar, maka Indonesia adil, makmur, sejahtera setelah memasuki presiden RI ke-9. Betapa pemahaman masyarakat Yogyakarta atas mitos IX pada Sultan HB IX.

Nama Joko Widodo lebih tersohor dengan sebutan Jokowi, ternyata ada kaita erat dengan supremasi angka 7. Tentunya harus memakai filosofi dan falsafah Jawa. Jawa Solo, kata orang.

Misteri utama dari angka 7 jika mendapat tambahan kata yang berkaitan dengan penggunaan angka, sehingga lebih bermakna yaitu “pitu+itung” = pitungan. Bahasa Indonesia : perhitungan. Betapa Jokowi dalam menyusun Kabinet Kerja harus memperhitungkan jasa para pendukungnya. Perhitungan Jokowi mleset, terpaksa kabinet dirombak. Kendati ada yang disasar rakyat, tetapi angka keamanannya tinggi atau berdampak pada kursi presiden, tetap duduk manis sebagai pembantu presiden.

Simbol angka 7, dibaca “pitu” menurut lidah Jawa. “Pitu” tetap “pitu” menurut bahasa Jawa kromo inggil maupun ngoko. Jika Joko Widodo disingkat menjadi Jokowi, kebalikan atau beda denga “pitu”. “Pitu” bisa sebagai kata pertama dan akan bunyi atau mempunyai arti jika ditambah dengan kata kedua. Bisa juga sebagai kata dasar. Bisa bermakna jika ditambah awalan dan ditutup dengan akhiran. Namanya otak-atik angka, ilmiah tidak ilmiah. Justru digabungkan dengan huruf/abjad menjadi misteri.

Misteri pertama, “pitu+lungan” = pitulungan. Bahasa Indonesia : pertolongan.  Sudah kehendak sejarah demokrasi Indonesia, Jokowi yang bukan ketua umum sebuah partai politik, berkat pertolongan pihak yang berkepentingan, bisa diusulkan serta terpilih menjadi presiden. Makanya posisi dan nilai tawar Jokowi tergantung dari skenario konspirasi politik. Dalam negeri atau luar negeri, tak ada kaitannya dengan misteri angka. Kata “lungan”, bahasa Indonesia : berpergian. Mirip plesiran. Tak heran Jokowi gemar blusukan sehingga sering keblusuk.

Misteri kedua, “pitu+turut” = piturut. Bahasa Indonesia : dituruti. Otomatis, kampanye Trisakti dan Nawa Cita harus direalisasikan liwat program/kegiatan pembangunan selama 2015-2019. Salah kaprah, Jokowi harus jadi penurut atas kebijakan, petunjuk dan restu sponsor politiknya, tepatnya pendahulunya.

Misteri ketiga, “pitu+tunjuk” = pitunjuk. Bahasa Indonesia : petunjuk. Mirip misteri kedua, jika tidak ada sinyal hijau, kereta api cepat tidak akan berangkat. Walau penumpang sudah berjubel, bukan ngetem seperti angkot. Tak ada kaitannya dengan akronim “obahing margo diatur” (maaf, pembaca sudah tahu yang dimaksud). Soal mental priyayi. Ingat Harmoko di zaman Orba, dikenal dengan jargon “atas petunjuk bapak presiden”.

Misteri keempat, “pitu+tutur” = pitutur. Bahasa Indonesia : perkataan, ucapan. Presiden siapa pun mana sempat menyusun pidato, ada tim ahli penyusun pidato. Tinggal baca, tidak pakai improvisasi. Saat diwawancarai oleh awak media, untungnya Jokowi dapat tukang uber berita asal dapat berita.

Misteri kelima, “pitu+tuwah” = pituwah. Bahasa Indonesia : petuah, nasihat. Ironisnya, yang dinasihati, khususnya para pembantu presiden, malah balik menasihati. Terutama dari kalangan parpol, tim sukses dan relawan yang sedang naik daun. Posisi Jokowi malah sebagai pendengar yang santun. Sesuai tata krama Jawa. Atau Jokowi mempraktikkan falsafah Jawa “sing  waras ngalah”.

Misteri keenam, “pitu+elus” = pitulus. Bahasa Indonesia : penerus. Salah satu kewajiban dan kebajikan tak tertulis presiden adalah menyiapkan generasi penerus, khususnya alih kepemimpinan nasional. Bukan mengelus-elus pihak yang mendukungnya (semisal KP3), sekaligus mendupak yang berseberangan, lawan politiknya.

Misteri ketujuh, “pitu+tuduh” = pituduh. Bahasa Indonesia : bimbingan. Presiden sesuai semboyan pertama Ki Hajar Dewantara yaitu “ing ngarso sung tulodo”. Memberi bimbingan, bukan bombongan, kendati kepada pihak pendukungnya. Tak heran, bimbingan mental memang perlu diindoktrinasikan kepada penyelenggara negara dari kawanan parpolis yang kontrak politik lima tahun, liwat ajaran Revolusi Mental.

Tancep kayon, kalau pitungkas utawa amanat, misteri atau tidak. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar