jika Revolusi didukung pengorbanan pejuang tanpa
pamrih
maka Reformasi malah mencetak petualang banyak
jabatan
Konon, pasca
lengser keprabon Bapak Pembangunan, Jenderal Besar Suharto sebagai presiden RI
kedua, 21 Mei 1998, serta merta lapangan kerja terbuka luas, kesempatan
berusaha terbentang lebar. Tak mau kalah dalam memanfaatkan kesempatan, anak bangsa tanpa dikomando bebas
sebebas-bebasnya, berlomba mendirikan partai politik. Pemilu 1997 sebagai bukti
betapa menjadi kawanan parpolis Nusantara sebagai mata pencaharian pokok,
utama, dan dominan.
Konon, sudah
suratan sejarah, lapangan kerja terbuka ke atas, hanya menampung orang parpol,
mulai dari pelengkap penderita sampai oknum ketua umum.
Konon, selama era
Orde Baru, NKRI terpusat atau berorientasi pada sosok tunggal Suharto. Tidak
ada matahari kembar. Namun siap dengan putera mahkota.
Konon, pasca Reformasi,
orientasi NKRI bukan pada orang dan bukan juga berorientasi pada sistem. Walhasil,
jangan diangankan bahwa ada kendali dan kontrol jarak jauh, ada campur tangan
asing atau invisible hand.
Konon, Nusantara
menjadi ajang kompetitif berbasis konspirasi politik internasional, menjadi
palagan adu nyali antar kawanan parpolis berbasis konsep dan skenario mancanegara.
Konon, jangan iri,
dengki, sirik dengan banyaknya orang sukses yang berbusana kebesaran partai
politik. Acap menjadi obyek tayangan dan liputan langsung awak media masa berbayar.
Muncul di berbagai acara kenegaraan, bahkan banyak yang tanpa malu memposisikan
diriya sebagai RI-0,5. Minimal sebagai RI-1,5. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar