Indonesia membutuhkan kawan main politik
Pasca periode 2014-2019, tak ada hubungannya
dengan eksistensi Jokowi-JK secara an sich atau ‘melekat pada dirinya’,
Indonesia mengalami trauma politik. Sedemikian hebatnya, mendadak bangsa
Indonesia bersatu padu. Tersadar. Tersadar akan kebodohannya mau menjadi korban
politik bodoh yang dipraktikkan oleh KP3 atau kawanan parpolis Nusantara
berbasis ideologi Rp.
Katakan sejujurnya, apa adanya, bahwasanya
selama 2014-2019, bangsa Indonesia menjadi ajang konflik politik yang merupakan
perpaduan antara salah urus dan salah orang. Puing-puing keserakahan politik
nyaris merata sampai pojok kota dan sudut desa.
Sebelum kejadian tersebut terlanjur akan
terjadi, tensi politik Nusantara harus diturunkan. Urusan bangsa dan negara
disamakan dengan mengurus rumah tangga partai. Asas KUD zaman Orba muncul lagi
yaitu Ketua Untung Duluan. Pelaku politik mengutamakan kiat bagaimana agar
dapur partai tetap berasap. Agar roda ekonomi partai tetap eksis selama lima
tahun.
Dari bulan ke bulan, triwulan sampai ke
triwulan berikutnya, semester gasal dan semester genap bergantian datang,
tengah periode, pemain politik seolah hanya sibuk di tempat. Namun, apapun
dilakukan, agar tampak sebagai orang sibuk. Hiruk pikuk mengabdi kepada partai.
Loyalis semu menjadi gincu.[HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar