Halaman

Rabu, 01 Juni 2016

sekali PANCASILA, tetap . . . (siap dulu presidennya)



sekali PANCASILA, tetap . . . (siap dulu presidennya)

Banyak kejadian dan peristiwa bersejarah, yang mengawali, mendasari, dan mendukung terlaksananya proklamasi kemerdekaan RI 17 Agustus 1945. Benang merahnya adalah jiwa dan semangat untuk lepas dari kerakusan, ketamakan, kekejaman  penjajahan oleh bangsa lain. Rakyat yang tersebar, diperas lahir batin, bahkan ampasnyapun tak ketinggalan diperebutkan oleh kawanan bangsa penjajah.

Pergerakan kemerdekaan dan semangat anak bangsa untuk merdeka berbasis perjuangan umat Islam sampai bernafaskan ideologi yang masih idealis dan nasionalisme, bersifat sporadis, parsial yang mungkin berdasarkan teritorial. Sehingga bisa diatasi oleh penjajah dengan mudah, walau ada yang memakan waktu tahunan dan menguras biaya perang negara penjajah. Biaya membasmi pemberontakan oleh penjajah dibebankan ke rakyat dan pemerintahan lokal saat itu.

Penjajah yang mengeruk, mengeduk, menjarah, merampok kekayaan alam di bumi Nusantara seolah tak akan pernah berakhir. Penjajahanpun berganti taktik dan strategi, mengalami modifikasi dengan memanfaatkan watak dasar bangsa Melayu yang suka disanjung, dipuja, dipuji; yang gemar barang serba asing; yang senang dengan gaya hidup kebarat-baratan; yang doyan mengkonsumsi makanan/minuman impor, walhasil urusan dapur, yaitu bumbu dapur, semisal bawang merah harus impor. Penjajahan berupa bebas masuknya tenaga kerj asing. Penjajahan di bidang ekonomi dengan tekanan ekonomi makro produk negara adidaya. Intervensi dari badan dunia, negara asing, kekuatan agama tertentu, pemodal dunia, walau terasa namum pemerintah tetap merasa aman dan nyaman.

Kebebasan politik dalam negeri tak lepas dari tatapan mata kekuatan asing. Salah satu syarat tak tertulis namun mujarab, ampuh dan jitu untuk menang di pesta demokrasi, khususnya pemilihan presiden adalah “restu” dari konspirasi internasional. Suara pemilih bisa digiring, dibentuk, diarahkan dengan pengaruh dan tekanan ekonomi. Jangankan rakyat, pihak yang merasa layak jadi pemimpin bangsa, bisa takluk dengan rayuan, elusan, buaian fulus. Tak disangkal, banyak aspek kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat, Indonesia belum merdeka 100%. Bahkan penjajah dari bangsa Londo Ireng utawa bangsa dewe, sudah menjadi budaya yang secara konstitusional dimusyawarahmufakati sah dan mempunyai kekuatan hukum selama satu periode atau waktu tahun tertentu.

Dimana sekarang Pancasila, apakah sekedar menjadi bagian seremonial kenegaraan, atau sudah masuk museum, atau kalah pamor dengan rasa keasingan terhadap diri sendiri. Revolusi mental yang diharapkan mampu mendongkrak mental rakyat sebagai mental rakyat merdeka diimbangi dengan revolusi moral bagi penyelenggara negara agar sadar bahwa mereka bukan bentuk baru penjajahan atas bangsa sendiri.[HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar