Halaman

Jumat, 10 Juni 2016

dicari formulasi pemulih citra, pamor, martabat partai politik



dicari formulasi pemulih citra, pamor, martabat partai politik

Disela-sela berita fasik yang ditebarkan media massa fasik milik partai fasik . . . salah! Begini saja, jika pembaca tak sengaja membuka laman media dalam jaringan (daring), tak sengaja pula mengetahui bahwa kadar penulis masuk kuadran dia tidak tahu bahwa dia tidak tahu untuk apa menulis. Dengan bangga membangga-banggakan kesuksesan pemerintah Jokowi-JK, terlebih dibanding dua periode sebelumnya. Memuja dan memujinya liwat takaran jiwa sehat. Malah secara tak sengaja bak memutarbalikan fakta, memrekayasa fakta. Berita jadi garing. Pelipur lara dengan baca berita olah raga. Itupun kesuksesan bukan kita punya.

Ditengah arus bencana politik Nusantara, akibat revolusi mental salah makan tuan, ditimpali arus berita tanpa berita, masih terdapat virus kejujuran. Betapa nilai jual dan nilai tukar sudah sampai ambang bawah, sudah akut. Ditengarai dengan gaya isak tangis pengharu rasa sampai norak orator berhiba-hiba biar didakwa sedang memprihatinkan nasib bangsa dan negara. Saham politik Nusantara babak belur, nyaris hanya menunggu keajaiban belaka. Menanti belas kasih “dewa penolong” yang selama ini menjadi penyokongnya. Menunggu kemanjuran doa rakyat, agar bangsa dan negara tetap selamat. Walau bertebaran penghujat, penjilat sekaligus pengkhianat.

Di bulan Ramadhan 1437 H ini, memang sudah dari sono-nya, dimana yang mana daripada anak bangsa masih kalah melawan bisikan setan yang terbelenggu. Semua akibat efek domino revolusi mental yang mengentalkan daripada jargon “pejah gesang nderek parpol”. Parpol yang keluar dari kawah candradimuka era orde baru, bukannya lepas dari pingitan. Bebas hanya sebatas di atas kertas. Di lapangan menjelma menjadi macan ompong. Yang nasih punya nyalis, punya taring, serta merta mendirikan parpol sendiri. Bahkan sampai sekarang animo mendirikan parpol khusus peserta pesta demokrasi tak pernah surut, susut dan mengendur.

Di jalur cepat degradasi atau dekadensimoral politik Nusantara, ternyata masih banyak anak bangsa yang layak mengurus negara ini dengan benar dan baik. Generasi pendatangyang bebas kutukan politik periode megatega, megakasus. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar