ayo menumpang tua di
Jakarta
Efek domino Jokowi
yang berawal dari kalau mau jadi presiden harus ke Jakarta, terus bergulir di
semua bidang kehidupan bermasyarakat. Tempo doeleo, daya tarik Jakarta yang
juga karena sebagai ibu kota negara, sudah dirasakan oleh rakyat Indonesia.
Jakarta bak magnet menarik pasir besi yang berserakan.
Diriwayatkan, orang
desa, atau orang kota di kota kecil, tertarik dan bermodal apa saja siap
mendulang Rp di Jakarta. Bahkan dalam skala internasional, Jakarta sebagai
daerah tujuan utama tempat pembuangan berbagai barang haram, illegal, sampah.
Terbangunnya secara
sengaja, berdaya politik tingkat super tinggi, berdedikasi tinggi apa yang
didaulat sebagai upaya menambah luas daratan Jakarta, bukan sekedar “ada udang
di balik batu”. Menambah daya tarik, daya hisap, daya cengkeram Jakarta.
Di era megatega,
megakasus, megabencana 2014-2019, ketika semakin marak jalan tingkat, jalan
susun, semangkin membuktikan bahwa Jakarta seolah bukan tempatnya orang miskin.
Tengok pusat perbelanjaan modern, atau yang diatas tradisional, disesaki oleh
calo pembeli maupun turis lokal. Di bulan Ramadhan, terjadi alih makna yaitu
umat Islam “tarawih” dan “i’tikaf” di semua strata mall.
Kaum pendatang haram
di Jakarta bukan sekedar mengadu nasib, mencari peruntungan, atau ikut kerabat
yang sudah duluan sukses, tapi sudah menjadi mazhab bagaimana menumpang tua di
Jakarta. Jakarta memang menyediakan “obat awet tua”, “obat tahan hidup miskin”,
“obat tahan dan kuat malu”. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar