ketika kampus tak lagi bertelur
emas
Pemerintah pernah berupaya agar PTS (bukan
perguruan tinggi spanduk lho) dinegerikan. Terkendala berbagai persyaratan alih
fungsi PTS ke PTN. Pernah pula terjadi ada beberapa kampus dengan cepat
mencetak lulusannya. Cepat waktu asal tepat biaya, sesuai strata yang diincar.
Anekdot, kalau IP alumni PTN yang diatas ambang
bawah, malah laku, laris dan layak jadi wakil rakyat. Ujung-ujungnya bisa
mengatur hajat hidup rakyat, mampu mengatur lalu-lintas pendidikan dalam negeri
maupun luar negeri. Kata relawan Joko wingi
sore “wolak-waliking jaman”.
Di era megatega, megakasus 2014-2019, apapun bisa
terjadi, siapapun bisa menjadi apa. Kamus bahasa politik Nusantara menyuratkan
: pentolan kasus, benggol bencana, biang perkara, biang kerok, lahir dari rahim
partai politik, sebaliknya, begundal bisa mengendalikan kebijakan partai
politik.
Alumni kampus siap kerja, siap tanding, siap
berlaga disemua medan kehidupan, siap bersaing, siap berjibaku, siap jadi
generasi penerus, siap jadi generasi emas Nusantara. Jangan lupa, kalau ingin
maju, mau tak mau, harus siap jadi budak politik.
Sebagai bukti ringan, masa depan mahasiswa atau cita-citanya antara lain
jadi abdi negara, abdi masyarakat, aparatur pemerintah yang difotmat sebagai
PNS. Kemajua akal, nalar, logika politik menjadikan posisi PNS, bisa kita simak
bahwa salah satu
pertimbangan perlunya ditetapkan UU 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara adalah
perlu dibangun aparatur sipil negara yang
memiliki integritas, profesional, netral dan bebas dari intervensi politik,
bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta mampu
menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan
mampu menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Pegawai Negeri Sipil
yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi
syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina
kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.
Fokus utama kata kunci : netral
dan bebas dari intervensi politik. Karena jika tidak netral dan bebas dari intervensi
politik, serta merta akan memasuki wahana dan gerbang praktik KKN secara
konstitusional, legal, sesuai pasal dan menurut petunjuk kebijakan partai.
Ingat, ketika anak emas reformasi itu bernama koruptor.
Artinya, soal integitas dan professional sudah
terbentuk sejak makan bangku kuliah. Ketika tingkat pendidikan, kepemilikan
ijazah, hanya sebagai syarat administrasi, semakin terbukti bahwa yang akan
maju adalah yang pintar-pintar. Mengandalkan pintar akademis, bisa ketipu
hidup-hidup. Revolusi mental
mewajibkan semboyan pejah gesang nderek
partai.
Pasal politik lahirnya dari jalanan, diangkat
secara formal jadi kode etik. Diramu menjadi AD dan ART partai politik.
Bagaimana cara berpolitik dengan baik dan benar, kita bisa mengacu RI-1 kedua
dan RI-1 keenam. Ayo bagaimana bunyinya? [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar