kinerja PNS cerminan daya
politik bangsa
Salah satu pertimbangan perlunya ditetapkan UU 5/2014
tentang Aparatur Sipil Negara adalah perlu
dibangun aparatur sipil negara yang memiliki integritas, profesional, netral
dan bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan
nepotisme, serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi
masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan
kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Pegawai Negeri Sipil
yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi
syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina
kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.
Fokus utama kata kunci : netral
dan bebas dari intervensi politik.
NIP PNS sudah
diseragamkan secara nasional, yang berbasis t.m.t kelahiran ybs plus. Ego
daerah, ego K/L sudah tidak terbaca. Busana kebesaran PNS, dikenal dengan baju
Korpri, disesuaikan dengan adat istiadat daerah maupun kedekatan pelayanan publik.
Nasib PNS secara
politik, terasa dengan adanya pesta demokrasi dan terlebih pilkada. Walau PNS
bekerja berdasarkan atau berorientasi pada sistem, tidak dapat dipungkiri peran
pejabat bisa membolak-balikkan aturan main yang sudah baku. Promosi PNS didominasi
faktor sepengetahuan pimpinan, dengan membaca pesyaratan administrasi.
Pengamatan harianlah yang akan menentukan. Jangan salah orang, untuk
menghindari politik bongkar pasang. Ikhwal ini menunjukkan pemberlakuan integritas dan profesional.
Nasib PNS walau
tidak mengenal semboyan ‘yes men’, ‘sendiko
dawuh’, ‘pejah gesang nderek partai’ tak urung bisa jadi korban kebijakan
partai. Semisal di pilkada, peta loyalitas PNS sudah terbaca. Terlebih jika
birokrat aktif maju sebagai calon kepala daerah. Reformasi birokrasi tidak
pernah menyimpulkan dampak menteri sebagai suruhan, pekerja partai. Hanya
jajaran PNS di kementerian ybs yang tahu dan pura-pura tidak tahu. Menyadari
nasib sebagai abdi negara, yang harus taat, tunduk, patuh, loyal kepada sang
raja/ratu selama lima tahun. Menteri terjerat pasal tipikor, sebagai bukti
senjata makan tuan netral
dan bebas dari intervensi politik. Wakil rakyat yang tertangkap tangan sedang
mengacak-acak pengadaan barang/jasa suatu kementerian, tak lepas dari
sepengetahuan dan/atau sesuai kebijakan partai.
Nasib PNS dengan
daya juang yang tidak ditentukan oleh periode, karena begitu kakinya masuk ke
kancah birokrasi, artinya teken kontrak sampai pensiun. Sampai nasib menentukan
lain. Karakter PNS yang tidak bisa dibuai dengan kampanye politik, menjadikan
posisinya sebagai obyek politik sekaligus lawan politik penguasa. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar