Halaman

Rabu, 15 Juni 2016

Indonesia, negara sahabat rakyat



Indonesia, negara sahabat rakyat

Tidak salah kalau ada pengamat yang berujar bahwa yang dimaksud rakyat adalah penduduk yang masuk kategori tenaga kerja murah. Praktiknya, akhirnya terdapat sumber daya manusia yang secara usia belum berhak bekerja, namun karena tuntutan ekonomi keluarga terpaksa bekerja. Pekerja anak tidak hanya meramaikan industri rakyat, industri rumah tangga. Bahkan industri yang mengandalkan tenaga kerja murah. Tak terkecuali industri nasional berskala kecil, berskala apa adanya, yang penting ada kegiatan berbasis olah bahan baku.

Pernyataaan di Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor : VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa: “terjadinya ketidakadilan ekonomi dalam lingkup luas dan dalam kurun waktu yang panjang, melewati ambang batas kesabaran masyarakat secara sosial yang berasal dari kebijakan publik dan munculnya perilaku ekonomi yang bertentangan dengan moralitas dan etika.”

Mungkin, kondisi saat itu menginspirasi MPR untuk menelurkan Tap-nya. Belum tentu kondisi sekarang seperti itu. Jangan lupa, malah ternyata ada kejadian yang sampai menyita enerji dan emosi Pemerintah. Simak berita ini kawan :

“Hambat Kapasitas Nasional, Presiden Jokowi :
Pemerintah Batalkan 3.143 Perda Bermasalah”
http://setkab.go.id/hambat-kapasitas-nasional-presiden-jokowi-pemerintah-batalkan-3143-perda-bermasalah/
Oleh: Humas ; Diposkan pada: 13 Jun 2016 ; 5766 Views Kategori: Berita
Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri telah membatalkan 3.143 Peraturan Daerah (Perda) bermasalah, yang dinilai menghambat pertumbuhan ekonomi daerah dan memperpanjang jalur birokrasi, menghambat proses perizinan dan investasi, menghambat kemudahan berusaha, dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

“Pembatalan ini untuk menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang besar, yang toleran, dan yang memiliki daya saing,” kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam keterangan persnya, di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (13/6) sore.

Sebelumnya di awal keterangan pers yang digelar setelah menerima Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo itu, Presiden Jokowi menegaskan, sebagai bangsa besar kita harus menyiapkan diri sehingga mempunyai kapasitas nasional yang kuat, yang tangguh untuk menghadapi persaingan antar negara yang semakin ketat.

Sebagai bangsa yang majemuk, lanjut Presiden, kita juga harus memperkuat diri dengan semangat toleransi dengan persatuan di tengah kebhinekaan. “Dengan toleransi dan persatuan, kita akan semakin kokoh dalam menghadapi tantangan-tantangan bangsa kedepan,” tuturnya.

Menurut Presiden, dalam menghadapi tantangan kebangsaan yang semakin berat itu, pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus menjadi satu kesatuan yang utuh, visi yang sama, arah tujuan yang sama, serta saling berbagi tugas.

Selanjutnya, dari hasil evaluasi yang dilakukan pemerintah terhadap Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah, menurut Presiden,  terdapat 3.143 Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah yang bermasalah, yang menghambat kapasitas nasional, menghambat kecepatan untuk memenangkan kompetisi, serta bertentangan dengan semangat kebhinekaan, dan persatuan.

“Untuk itu, saya sampaikan bahwa Menteri Dalam Negeri sesuai dengan kewenangannya telah membatalkan 3.143 Peraturan Daerah yang bermasalah tersebut,” papar Presiden Jokowi.

Mendampingi Presiden Jokowi saat mengumumkan pembatalan 3.143 Perda bermasalah itu antara lain Mensesneg Pratikno, Mendagri Tjahjo Kumolo, Seskab Pramono Anung, dan Kepala Staf Presiden Teten Masduki.
- - - - - - -
Kita tidak tahu seberapa banyak dan besar rakyat bersyukur, merasakan kehadiran negara.
Kita juga tidak tahu apakah Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah dimaksud, selama ini menjadi beban rakyat.
Kita semakin tidak tahu apakah tindak turun tangan Pemerintah sebagai realisasi pro-rakyat, sebagai bukti peduli nasib rakyat yang identik dengan sebutan politis : wong cilik.
Kita tidak tahu bahwa kita tidak tahu bahwasanya apakah masih ada penyambung lidah rakyat. Jangan dikaitkan dengan manfaat wakil rakyat.
Kita semakin serba tahu, apakah rakyat menduga di atas daerah masih ada negara.
Kita semakin serba tidak tahu, apakah rakyat yang harus merapat ke negara, atau sebaliknya (misal dengan blusukan vs kunjungan kerja). 
Kita . . . [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar