Indonesia maju karena
sebagai negara beradab Bung!
Namanya
rakyat Bung, tanpa embel-embel, simbol, lambang atau tanda gambar, maupun
atribut partai politik, pada hakikatnya masih mengutamakan dan mengedepankan
rasa persatuan dan kesatuan. Guyub, rukun, damai, asas kekerabatan menjadi
perekat antar rakyat yang mungkin serba beda. Bahkan rakyat Indonesia
menjadikan tetangga sekian jumlah rumah di depan, di belakang, di samping kanan/kirinya
sebagai saudara. Walau saudara kandung namun jauh di mata, tak pelak tetangga
dekat sebagai tumpuan dalam hidup bersama melalui ikatan komunitas kerakyatan.
Ikatan
teritorial, ikatan historis, ikatan silsilah turun temurun, ikatan asal usul,
ikata satu nenek moyang, ikatan tradisional menjadikan rakyat merasa dalam satu
ikatan. Belum lagi beteng pertahanan
hidup yang berupa kearifan lokal, kecerdasan lokal, kebudayaan lokal, yang siap
dan sanggup menghadapi gempuran zaman yang berdaya rusak secara sistematis,
menerus dan seolah modern.
Jangan heran
Bung, kalau Indonesia bisa disebut sebagai kampung berbentuk negara, kampung besar.
Terbukti sampai sekarang eksistensi DESA masih diperhitungkan dalam percaturan
politik dalam negeri.
Bangsa dan rakyat Indonesia yang serba multi,
acap diucap SARA (suku, agama, ras dan antar golongan), yang terpencar di
sebagai negara kepuluauan, malah bisa menjadi indikasi kemajuan peradaban
bangsa. Memang Indonesia bukan negara steril dari konflik, bebas dari titik
retak bangsa. Jangan lupa Bung, agama langit maupun agama bumi yang minoritas,
tetap bisa duduk sebangku bersama agama Islam yang mayoritas pemeluk dan penganutnya.
Kalau ada agama langit/agama bumi menjadi mayoritas di suatu pulau, atau
tingkatan pemerintahan, ternyata berlaku anarkis. Ternyata Bung, semua itu
merupakan konspirasi internasional. Bom waktu maupun pekerjaan rumah
peninggalan penjajah Belanda dan antek-anteknya. Masyarakat Jawa tetap mewaspadai
budaya 5M utowo mo-limo yang
merupakan simbol kemajuan bangsa barat yang masih digemari di Indonesia.
Konflik internal dalam tubuh agama Islam,
memang sudah beberapa kali diisyaratkan oleh Rasulullah SAW, yang bisa kita
simak liwat sunnah atau hadits Rasul.
Kekayaan keanekaragaman suku bangsa Indonesia
justru menjadi modal awal, dan menerus bagi tetap terselenggaranya dan utuhnya
NKRI Bung. Memang, secara formal konstitusional seolah kekuasaan negara,
melalui system demokrasinya, seolah berada di tangan segelintir anak bangsa
yang sedang kontrak politik lima tahunan. Tapi ingat Bung, jika rakyat bangkit
. . . . [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar