Politika Dibaca :273 kali , 0 komentar
Wakil Rakyat, Anak Bangsa Berkebutuhan Khusus
Ditulis : Herwin Nur, 29 November 2012 | 08:48
Pamer Stigma
Rakyat
terkontaminasi berita kiprah dan kinerja 560 wakil rakyat (DPR-RI)
2009-2014 dari acara di media massa. Mulai dari liputan langsung agenda
sidang, kemasan acara TV dengan bintang tamu anggota DPR, bedah kasus
tersangka anggota DPR sebagai narasumber, atau kalau dekat dengan
TVswasta segala ocehannya bisa dipajang di runing text. Ironis,
materi tayangan sekedar meraup sensasi demi peringkat, daripada
mengumbar prestasi. Antar stasiun tV berlomba bagaimana memperpanjang
masalah, bukan mencari solusi mujarab.
Rakyat
hanya berani bertanya dalam hati, selama lima tahun ke depan nasib
bangsa dan negara seolah di tangan wakil rakyat. Lebih dalam lagi, apa
saja persyaratan dan kriteria untuk menjadi wakil rakyat. Apakah harus
kader parpol, karena popularitas atau karena ketokohannya. UU pemilu (UU
8/2012) hanya menyuratkan bahwa wakil rakyat yang dapat dipercaya dan
bertanggung jawab.
Hak dan Kewajiban
Mengacu
hak DPR serta hak dan kewajiban anggota DPR (UU 27/2009), tersirat
wakil rakyat memiliki kebutuhan khusus untuk sementara, dalam satu
periode lima tahunan. Cakupan kebutuhan bergerak antara kondisi tuna
sampai kondisi unggul.
Wakil
rakyat dijaring dan disaring oleh internal parpol yang mengusungnya,
melalui aturan main yang bersifat “rahasia perusahaan”, serta diseleksi
oleh rakyat melalui pemilu. Walhasil profil dan jejak rekam calon wakil
rakyat tergantung kebijakan parpol.
Apa
saja kebutuhan khusus wakil rakyat. Misal, di layar kaca acap kita
saksikan sebagai ahli debat. Debat dengan pemangku kepentingan lainnya,
tanpa ujung pangkal. Pembawa acara sebagai katalisator pengaduk emosi
pemirsa. Acara debat bukan ajang pembelajaran untuk rakyat pemilih, bahkan sarana pembuktian bahwa wakil rakyat “ahli berkelakuan khusus”.
Berkelakuan Khusus
Karakteristik khusus wakil rakyat yang berbeda dengan rakyat pada umumnya, tanpa selalu menunjukan pada kelebihan mental, emosi atau fisik, tentunya membutuhkan perhatian khusus. Beberapa karakteristik khusus wakil rakyat :
Pertama, segi fisik :
Latar
belakang didominasi akademisi, diikuti swasta, anggota legislatif
periode sebelumnya (26%), lain-lain, birokrat dan seniman. Tampilan
sesuai habitat, ada yang mampu beradaptasi, ada yang semakin kelihatan
watak aslinya. Hanya mengandalkan penglihatan, jarang mendengarkan suara dari akar rumput.. Aktivitas mobilitas dan respon motorik berumpan balik dengan stimulus lingkungan.
Kedua, segi bahasa :
Ahli
debat jadi langganan TV. Saat wawancara, atau ditanya mendadak terlihat
miskin kosa kata, jauh dari bahasa rakyat dan mikirnya lama. Atau
karena hanya omdo, malah bersifat verbalism yaitu dapat bicara tetapi
tidak tahu nyatanya. Gangguan memori, terkait janji kampanye, mendadak
sulit berbahasa.
Ketiga, intelektual :
Tingkat
pendidikan bervariasi, mulai dari S1 (46,81%), S2, S3, SMU, D3, dan
lainnya. Kemampuan intelektual normal, dalam arti terhadap fungsinya.
Cuma kurang tanggap terhadap masalah rakyat yang sedang bergejolak.
Berdaya saing dan kompetitif tinggi, khususnya dengan yang beda habitat.
Keempat, pribadi, sosial-emosional :
Usia 41-50 tahun (38,98%)
mendominasi, diikuti 51-60, 31-40, 61-70, 20-30 dan >71 tahun.
Perilaku sosial akibat dari adaptasi diri, karena kebersamaan
berdasarkan kepentingan. Di luar kawan, di dalam lawan, atau sebaliknya.
Karena jarang mengandalkan telinga, susah mendengar apa yang
dibicarakan pihak lain. Gejolak jiwa menunjukkan tidak dapat mengurus, memelihara, dan memimpin diri.
Rakyat masih punya sisa harapan, semoga dengan nila sebelanga tidak merusak susu setitik. Masih ada wakil rakyat yang sepi ing pamrih, rame ing gawe. (Herwin Nur/Wasathon.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar