Halaman

Jumat, 03 Januari 2014

Wakil Rakyat, Anak Bangsa Berkebutuhan Khusus

Politika     Dibaca :273 kali , 0 komentar

Wakil Rakyat, Anak Bangsa Berkebutuhan Khusus

Ditulis : Herwin Nur, 29 November 2012 | 08:48

Pamer Stigma
Rakyat terkontaminasi berita kiprah dan kinerja 560 wakil rakyat (DPR-RI) 2009-2014 dari acara di media massa. Mulai dari liputan langsung agenda sidang, kemasan acara TV dengan bintang tamu anggota DPR, bedah kasus tersangka anggota DPR sebagai narasumber, atau kalau dekat dengan TVswasta segala ocehannya bisa dipajang di runing text. Ironis, materi tayangan sekedar meraup sensasi demi peringkat, daripada mengumbar prestasi. Antar stasiun tV berlomba bagaimana memperpanjang masalah, bukan mencari solusi mujarab.


Rakyat hanya berani bertanya dalam hati, selama lima tahun ke depan nasib bangsa dan negara seolah di tangan wakil rakyat. Lebih dalam lagi, apa saja persyaratan dan kriteria untuk menjadi wakil rakyat. Apakah harus kader parpol, karena popularitas atau karena ketokohannya. UU pemilu (UU 8/2012) hanya menyuratkan bahwa wakil rakyat yang dapat dipercaya dan bertanggung jawab.

Hak dan Kewajiban
Mengacu hak DPR serta hak dan kewajiban anggota DPR (UU 27/2009), tersirat wakil rakyat memiliki kebutuhan khusus untuk sementara, dalam satu periode lima tahunan. Cakupan kebutuhan bergerak antara kondisi tuna sampai kondisi unggul.

Wakil rakyat dijaring dan disaring oleh internal parpol yang mengusungnya, melalui aturan main yang bersifat “rahasia perusahaan”, serta diseleksi oleh rakyat melalui pemilu. Walhasil profil dan jejak rekam calon wakil rakyat tergantung kebijakan parpol.

Apa saja kebutuhan khusus wakil rakyat. Misal, di layar kaca acap kita saksikan sebagai ahli debat. Debat dengan pemangku kepentingan lainnya, tanpa ujung pangkal. Pembawa acara sebagai katalisator pengaduk emosi pemirsa. Acara debat bukan ajang pembelajaran untuk rakyat pemilih, bahkan sarana pembuktian bahwa wakil rakyat “ahli berkelakuan khusus”.

Berkelakuan Khusus
Karakteristik khusus wakil rakyat yang berbeda dengan rakyat pada umumnya, tanpa selalu menunjukan pada kelebihan mental, emosi atau fisik, tentunya membutuhkan perhatian khusus. Beberapa karakteristik khusus wakil rakyat : 

Pertama, segi fisik :
Latar belakang didominasi akademisi, diikuti swasta, anggota legislatif periode sebelumnya (26%), lain-lain, birokrat dan seniman. Tampilan sesuai habitat, ada yang mampu beradaptasi, ada yang semakin kelihatan watak aslinya. Hanya mengandalkan penglihatan, jarang mendengarkan suara dari akar rumput.. Aktivitas mobilitas dan respon motorik berumpan balik dengan stimulus lingkungan.

Kedua, segi bahasa :
Ahli debat jadi langganan TV. Saat wawancara, atau ditanya mendadak terlihat miskin kosa kata, jauh dari bahasa rakyat dan mikirnya lama. Atau karena hanya omdo, malah bersifat verbalism yaitu dapat bicara tetapi tidak tahu nyatanya. Gangguan memori, terkait janji kampanye, mendadak sulit berbahasa.

Ketiga, intelektual :
Tingkat pendidikan bervariasi, mulai dari S1 (46,81%), S2, S3, SMU, D3, dan lainnya. Kemampuan intelektual normal, dalam arti terhadap fungsinya. Cuma kurang tanggap terhadap masalah rakyat yang sedang bergejolak. Berdaya saing dan kompetitif tinggi, khususnya dengan yang beda habitat.

Keempat, pribadi, sosial-emosional :
Usia 41-50 tahun (38,98%) mendominasi, diikuti 51-60, 31-40, 61-70, 20-30 dan >71 tahun. Perilaku sosial akibat dari adaptasi diri, karena kebersamaan berdasarkan kepentingan. Di luar kawan, di dalam lawan, atau sebaliknya. Karena jarang mengandalkan telinga, susah mendengar apa yang dibicarakan pihak lain. Gejolak jiwa menunjukkan tidak dapat mengurus, memelihara, dan memimpin diri.

Rakyat masih punya sisa harapan, semoga dengan nila sebelanga tidak merusak susu setitik. Masih ada wakil rakyat yang sepi ing pamrih, rame ing gawe. (Herwin Nur/Wasathon.com)


Ilustrasi foto: sumbawanews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar