Kamis, 13/03/2003 14:32
KOBARKAN SEMANGAT "AA GYM" : MULTI PARTAI DAN .....
Herwin Nur
MULTI PARTAI DAN MUTILASI PARTAI POLITIK
Banyak orang merasa yakin atas kemampuandirinya untuk menjadi nahkoda
kapal NKRI. Pertimbangan yang paling sederhana yaitu karena mempunyai
setumpuk akal dan sedikit vocal.
Jika partai politik dianggap sebagai sekolah calon presiden, sebagai
mesin pencetak calon presiden, sebagai dealer resmi calon presiden,
sebagai agen penyalur tunggal calon presiden, sebagai makelar jual beli
calon presiden, sebagai pemegang paten hak calon presiden, sebagai
penyedia jasa calon presiden, sebagai jalan pintas dan potong kompas
untuk menjadi presiden, sebagai satu-satunya mekanisme pemroses calon
presiden - maka tak perlu heran bin bengong kalau banyak orang mulai
dari yang kutu buku sampai kutu loncat mendirikan partai politik.
Sistem pendidikan politik lebih banyak malah bisa melihat praktek nyata
yang terjadi di mana saja. Ditarik garis lurus atau benang merah dari
praktek politik di NKRI memang susah dibuat rumusannya. Keberhasilan
seorang politikus sampai jenjang presiden pun, kalau dipakai orang lain
belum tentu gemilang, bahkan sebaliknya. Atau bisa juga perjalanan
politik seseorang hanya biasa-biasa saja, hanya garis tangannya yang
lurus dan lempeng menuju pucuk dan puncaknya.
Multi partai dicetak karena mengantisipasi heterogenitas landasan
idiologis parpol sekaligus memprediksi homogenitas konflik akibat
sebagai perjalanan fungsi uang.
Terbukti keterpurukan di bidang ekonomi
diimbangi dengan keterperosokan di bidang politik.
Tingkat kesadaran rakyat akan artinya partai politik sudah sampai titik
jenuh, suatu kondisi yang sudah bisa membedakan mana kucing dalam
karung, mana kambing hitam; siapa saja buaya berdasi, siapa saja musang
berbulu ayam.
Masalah aspek humanitas dalam proses berpolitik secara benar dan baik,
hanya dapat dibiakkan jika proses tersebut mengilhami rakyat untuk
menjadi dirinya sendiri secara berdaulat serta saling menghargai dalam
keanekaragaman budaya.
Minimalnya rakyat perlu adanya panutan, perlu suatu sistem dalam
mengelola konflik politik - dalam berbangsa, bernegara dan bermasyarakat
- menghargai pluralisme dan bersikap adil, serta mengentalkan empati
kemanusiaan. Menyikapi lawan main dalam koridor mencari win-win solution
sebagai wacana politik, bukannya memreteli dan memrotoli parpol.
Koalisi ataupun kanibalisasi parpol malah membuktikan adanya mengelak
dari tanggung jawab moral atas masa depan bangsa.
Wacana politik selama ini yang diharapkan melepaskan tekanan politik
sebagai beban hidup rakyat justru menumbuhkembangkan penindasan yang
mengatasnamakan poltitik. Kehidupan berpolitik telah menyuburkan high
cost yang merupakan saudara dekat dari KKN. Bersiap-siaplah anak cucu
kita menanggung dosa masa depan. (hn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar