Oase Dibaca :263 kali , 0 komentar
Perjalanan Hidup Manusia, Mengadu Nasib Atau Melaksanakan Prinsip
Ditulis : Herwin Nur, 29 Juli 2013 | 10:50
Misteri Hidup
Masyarakat
Jawa memahami sekaligus meyakini ada lima perkara yang menjadi urusan
Allah, yaitu kelahiran, perjalanan hidup, jodoh, rezeki dan kematian.
Ada yang menyikapi misteri hidup dengan rasa pasrah, menerima apa adanya
sampai ada yang mencoba merekayasanya (minimal membaca primbon Jawa).
Ikhwal
5 perkara tadi diterima dengan nalar secara turun-temurun. Manusia
tidak bisa memilih mau dilahirkan oleh perempuan yang mana. Sejak lahir,
manusia tidak bisa memperkirakan apakah akan berpindah tempat tinggal
atau mau kemana saja. Kalau sudah jodoh hendak ke mana. Jangan bangun
kesiangan nanti rezekinya dipatuk ayam. Orang sehat pun tiba-tiba bisa
wafat atau bayi dalam kandungan pun sudah dipanggil Yang Maha Pencipta.
Ayat terkait 5 perkara tadi dalam Al-Qur’an (QS Al Ahzab [33] : 17) : “Katakanlah:
"Siapakah yang dapat melindungi kamu dari (takdir) Allah jika Dia
menghendaki bencana atasmu atau menghendaki rahmat untuk dirimu?" Dan
orang-orang munafik itu tidak memperoleh bagi mereka pelindung dan
penolong selain Allah.”
Masyarakat
Jawa dalam mewjudkan beriman kepada takdir yang baik ataupun yang buruk
(rukun iman yang enam), dengan kearifan yang menurut zaman sekarang
bisa dianggap aneh dan nyleneh.
Lebih
lanjut, kita lihat bagaimana perjalanan hidup manusia disikapi. Apakah
perjalanan di alam dunia dalam rangka menghindari bencana atau menuju
rahmat Allah.
Sesuap Nasi
Perjalanan
panjang manusia berawal dari alam arwah, alam rahim, alam dunia, alam
barzakh, sampai pada alam akhirat yang berujung pada tempat persinggahan
terakhir bagi manusia, surga atau neraka. Al-Qur’an dan Sunnah telah
meriwayatkan setiap tahapan dari perjalanan panjang tersebut.
Hakikat
hidup ada yang menterjemahkan sebagai hidup untuk makan atau makan
untuk hidup, sehingga kesibukannya tak jauh dari urusan mencari sesuap
nasi. Orang berilmu pun seolah berlomba, adu akal untuk mencari sesuap
nasi dengan cara yang mudah, dengan modal minimal, hasil optimal.
Ternyata
ada usaha produktif ibu rumah tangga atau keluarga bisa dilakukan di
rumah tinggal, namun tak kurang pencari nafkah sampai harus menyeberangi
lautan dalam proses mencari sesuap nasi. Perjalanan di muka bumi, Allah
sudah menetapkan dalam (QS Al Israa’ [17] : 70) : “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan*),
Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka
dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami
ciptakan.”
*) Maksudnya: Allah memudahkan bagi anak Adam pengangkutan di daratan dan di lautan untuk memperoleh penghidupan.
Kalau
hidup hanya fokus urusan isi perut, ingat kata Imam Ali “Orang yang
pikiran hanya pada isi perut maka derajat dia tak akan jauh beda degan
yang keluar dari perutnya”. Kalau hanya ingin cari uang, melahirkan
watak yang tak beda jauh dengan penjahat/koruptor yang pikirannya
hanya uang.
Walhasil
Mengadu
nasib, dimulai dari menuntut ilmu dengan strategi agar probabilitas
unggul, sukses lebih besar. Rezeki yang dijemput dengan ilmu, secara
langsung berikhtiar menambah jumlah yang bukan haknya, walau
persentasenya tetap yaitu 2,5% untuk mustahik. Dengan ilmu pula menambah
peluang lapangan kerja.
Melaksanakan
prinsip, mensyukuri dan menikmati proses, bukan menunggu masa panen.
Suatu urusan selesai, lanjut dengan urusan berikut. Telah
selesai mengerjakan urusan dunia maka kerjakanlah urusan akhirat. Saat
larut dengan urusan dunia, utamakan urusan denga Allah. [HaeN/Wasathon.com]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar