Humaniora Dibaca :253 kali , 0 komentar
Makmurkan Masjid Sejak Usia Dini
Ditulis : Herwin Nur, 08 April 2013 | 20:32
Perintah Allah
Motivasi
memakmurkan masjid (secara fisik) di Indonesia secara historis sangat
bervariasi, mulai membangun bangunan masjid sebagai karya arsitektur
yang monumental, dalam skala tuhan, menjadi jati diri bangsa (masjid
Istiqlal di Jakarta), atau menjadi nilai jual suatu provinsi, menjadi
obyek wisata relijius. Bahkan di suatu provinsi, umat Islam merasa wajib
di tiap kecamatan memiliki masjid raya. Sampai kita lihat masjid bak
pasar tradisional, denyut kemanfaatannya tak pernah surut, walau
standar fasilitasnya minimal.
Perintah memakmurkan masjid sudah ditegaskan oleh Allah, sebagaimana terjemahan [QS At Taubah (9) : 18] : “Hanya
yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman
kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah,
maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang
yang mendapat petunjuk.”
Memakmurkan masjid dalam artikel ini adalah menegakkan sholat fardhu secara berjamaah di masjid. Dampaknya pada memperkuat ukhuwah Islamiah, meraih keberkahan dan pahala.
Modal awal iman seseorang, tergantung faktor keturunan, dalam arti menjadi Islam karena keturunan atau pengaruh orangtuanya. Faktor ajar, santapan, siraman dan asupan rohani, atau berbagai ikhtiar mengkualitaskan iman sebagai kebutuhan. Menentukan agama anak sangat tergantung peran orangtuanya, seperti riwayat dari Abu Hurairah r.a berkata, Rasulullah saw telah bersabda: “Tidaklah
setiap anak yang lahir kecuali dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka
kedua orangtuanyalah yang akan menjadikannya sebagai Yahudi, Nasrani,
atau Majusi. Seperti hewan melahirkan anaknya yang sempurna, apakah
kalian melihat darinya buntung (pada telinga)?”
Iman
kepada Allah, membutuhkan tiga unsur anggota badan yang tidak bisa
dipisahkan satu sama lainnya, yaitu hati, lisan dan anggota badan. Iman
bawaan sejak lahir, apakah akan semakin mantap sejalan dengan
pertambahan usia, apakah akan semakin teguh sesuai perjalanan waktu
manusia. Pengorbanan apa saja yang harus kita lakukan dalam memakmurkan
masjid (rumah Allah di dunia). Apakah setelah menginjak usia wajib
sholat, seorang anak baru wajib memakmurkan masjid.
Sejak Dalam Kandungan
Rangkaian
pendidikan agama sejak dini. Memang tidak diwajibkan bagi kaum
perempuan untuk menghadiri shalat maktubah (shalat fardhu) secara
berjamaah, bukan berarti jauh dari masjid, dapat mengikuti kegiatan
keagamaan di masjid. Masih banyak cara dan jalan menjadi ahli ibadah. Jika
perempuan dibolehkan untuk shalat berjamaah di masjid, dibolehkan pula
baginya untuk melakukan shalat sunnah di masjid selama aman dari fitnah
dan terpenuhi syarat yang ditetapkan.
Pemberian
stimulan pada bayi dalam kandungan dapat meningkatkan potensi anak
sejak dalam rahim. Pendidikan pranatal dalam tinjauan pedagogis Islami
adalah upaya pendidikan yang dilakukan sejak anak masih berada dalam
kandungan sampai anak tersebut lahir sesuai ajaran Islam.
Mengenalkan
ajaran agama sejak dini sebagai salah satu metode dalam pendidikan
pranatal. Suara ibunya sebagai suara pertama yang didengar dan direkam.
Ibu dapat memberi stimulasi pada bayinya dengan membacakan ayat suci
Al-Qur’an. Membiasakan anak mendengarkan kalimat tauhid. Mensuplai ruh
Al-Qur’an pada hati dan cahaya Al-Qur’an pada pikiran anak dalam
kandungan, diharapkan anak akan lahir dan tumbuh sesuai fitrahnya.
Keluarga
sebagai sekolah pertama bagi anak, peran ibu sebagai guru pertama
pembentukan akhlak anak. Dukungan pendidikan formal, tidak sekedar
menstransfer ilmu pengetahuan, juga wajib melakukan pembinaan
kepribadian. Kurikulum yang diharapkan merupakan perpaduan ilmu umum dan
ilmu agama.[Herwin Nur/wasathon.com]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar