Mengajak Anak Bermasyarakat Dan Mengenal Lingkungan
oleh : Herwin Nur
Kewajiban Orangtua
Aspek utama lanjutan yang harus dilakukan orangtua dalam memberikan
pendidikan anak setelah lahir, adalah memanfaatkan indera yang sudah dipunyai
anak, sekaligus memberi asupan kepada hati. Kita mengacu [QS An Nahl (16) : 78]
: “Dan Allah
mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun,
dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”
Substansi “pendengaran, penglihatan dan hati” dimantapkan dalam beberapa surat lainnya,
bahkan ada kondisi yang perlu kita cermati, yaitu [QS Al Baqarah (2) : 7] : “Allah telah
mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan
bagi mereka siksa yang amat berat.”
Yang dimaksud “mengunci-mati hati dan pendengaran mereka” adalah yakni
orang itu tidak dapat menerima petunjuk, dan segala macam nasehatpun tidak akan
berbekas padanya.
Yang dimaksud “penglihatan mereka
ditutup” adalah mereka tidak dapat memperhatikan dan memahami ayat-ayat Al-Qur’an
yang mereka dengar dan tidak dapat mengambil pelajaran dari tanda-tanda
kebesaran Allah yang mereka lihat di cakrawala, di permukaan bumi dan pada diri
mereka sendiri.
Betapa kewajiban orangtua dalam mengelola pendengaran, penglihatan dan hati anak.
Masalahnya, bagaimana kita memulai dan mengawalinya, apakah ada ilmu khusus,
apakah ada kiat jitu, apakah ada resep manjur untuk melakukannya.
Kita yakini, bahwa rumah dan keluarga
sebagai madrasah pertama dan utama anak menyerap ilmu agama, sebagai sekolah
awal menerima ilmu umum. Orangtua, saudara dan keluarga, khususnya ibu, sebagai
guru pertama, pendidik utama bagi tumbuh kembangnya anak.
Makhluk Alam Dan Sosial
Adab bertetangga merupakan firman Allah dan
sunnah Rasul, artinya orangtua mengajak anaknya keluar dari rumah, tidak hanya
sibuk dan hidup di rumah saja. Mengenal tetangga sebagai awal rangkaian
bermasyarakat.
Banyak pasangan suami isteri (pasutri),
menggendong bayinya, biasanya anak pertama, berjalan kaki santai di lingkungan
tempat tinggalnya. Bayi diajak berinteraksi dengan alam, mengenal lingkungan,
bertemu tetangga. Mata dan kulit anak berkomunikasi dengan sinar matahari pagi,
menghirup udara segar, merasakan sentuhan angin, mendengar sapaan tetangga.
Sejalan bertambahnya usia anak maupun
jumlah anak, anak sudah bisa diberi tanggung jawab pekerjaan rumah tangga.
Membeli gula pasir di warung terdekat, membagi rezeki pangan ke tetangga.
Membuang sampah yang sudah dimasukkan ke kantong plastik ke bak sampah. Acara
tingkat RT, gotong royong bersihkan got, ajak anak walau hanya menonton.
Ajak anak ke alam terbuka untuk lebih
mengenal ciptaan Allah. Kenalkan unsur alam, nama pohon, nama binatang.
Kenalkan juga kehidupan masyarakat yang mungkin beda atau nampak khas. Diperkuat
pengalaman naik turun bukit kecil, masuk sungai, berjalan di atas rumput, di
bebatuan, meniti pematang sawah, akan mempengaruhi daya nalar dan imajinasi
anak.
Manfaat Ganda
Mengenal ciptaan-Nya secara tak langsung
kita juga mengenalkan Sang Pencipta. Nilai islami sudah bisa dikenalkan dan
ditanamkan sejak dini, bahkan sejak dalam kandungan. Mengenal lingkungan, dari
keluarga, tetangga sampai yang lebih luas dan jauh, membina anak untuk mengenal
dirinya dan bisa membawakan diri dalam pergaulan.
Memasuki dunia pendidikan formal, anak
merasa memasuki dunia baru, lepas dari orangtuanya. Anak sulit bergaul dengan
teman sebayanya, lebih runyam kalau sulit menerima pelajaran. Kondisi ini bisa
diminimalisir atau diantispasi dengan mengikutkan anak ke pendidikan agama.
Jika orangtua mengelola pendengaran, penglihatan dan hati anak
dengan ikhlas, cerdas dan berklas, insya Allah, pondasi keislaman anak sudah cukup stabil dan siap memasuki laga
kehidupan. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar