Senin,
15/12/2003 08:03
KETIKA SINETRON TANPA LAKON
Herwin Nur
Ketika semua pelaku yang bermodal
postur tubuh sampai yang bisa menimbulkan ketawa pemirsa telah tampil semua
maka seolah kita akan haus hiburan mata. Mendadak hati kita menjadi bersih,
walau sudah terkontaminasi oleh jualan dunia mimpi.
Ketika peran telah disajikan sampai
lembar skenario terakhir mereka sudah tidak bisa membedakan hidup di alam mimpi
atau di dunia khayal. Hidup adalah hafalan dari kata ke kata berikutnya. Hidup
adalah improvisasi untuk bisa tertawa dan ditertawakan.
Ketika watak dan karakter cerita
telah kehabisan nafas untuk menemukan alur dan babak akhir ternyata hidup ini
tidak bisa serial lagi. Semua harus sesuai tuntutan cerita dan arahan
sutradara. Perjalanan hidup atau alur cerita menjadi mulus seolah tanpa beban
hidup, tanpa perjuangan, tanpa lahan untuk menjulurkan lidah.
Ketika lakon kehidupan ini sudah
tidak bisa dimanipulasi ataupun dipolitisir secara elegan maka kehidupan ini
sudah tak sesuai skenario zaman. Ada yang ingin kembali ke cerita lama. Ada
yang ingin menghidupkan cerita usang. Ada yang ingin mengalihkan hidup ini ke
cara hidup tanpa cerita.
Ketika kita dihadapkan kenyataan
bahwa pasca Pemilu 2004 akan hadir kehidupan berbangsa, bernegara dan
bermasyarakat secara nyata, tanpa embel-embel sepusing apapun. (hn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar