Rabu, 09/10/2002 09:11
GERAKAN MORAL ANTI SALING LIBAS
GERAKAN MORAL ANTI SALING LIBAS*)
Bulatlah sudah ramalan mengapa Bhinneka Tuggal Ika digulirkan oleh para
pendiri bangsa dan negara kita. Klimaks jawabannya ketika kita dilanda
krisis kebangsaan dalam menyelenggarakan negara. Contoh formalnya yaitu
ketika kita bebas mendirikan partai politik, yang berhasil ikut Pemilu
1999 baru 48 parpol. Belum lagi bentuk kebebasan yang meluap dari
jalanan sampai merambah ke tatanan paling atas yang notabene sudah
mapan.
Bahasa "saling libas" merupakan trade mark kekuatan Orde Baru dalam
mempertahankan eksistensinya dari pemilu ke pemilu. Ritme inilah yang
mengilhami para petualang bahwa untuk eksis harus menang pemilu.
Lahirlah kiat untuk beringin, berakan, berhendak, bermau,berminat,
berniat sampai berandai-andai dalam mimpi. Dari sekian kiat tadi yang
menonjol adalah kiat beringin, yang memang selama ini Beringin-lah yang
menjadi biang kerok jalanan. Wabah "Beringin" memang sudah kronis dan
akut, kendati sudah diamputasi tetap menularkan virus. Bak Dasamuka yang
seumur dunia, telah menyebarkan berbagai virus keserakahan, ketamakan
dan berbagai bentuk jamak kejahatan. Fakta tanpa kata bahwa banyak orang
Indonesia "berandai-andai" melihat konflik yang tak kunjung reda.
Pengamat ekonomi mengatakan bahwa dengan teori apapun ekonomi Indonesia
memang terpuruk dan nyaris ambruk. Selain dikeruk oleh konglomerat
kemungkinan lain karena diaduk-aduk oleh para penyelenggara negara yang
sedang kemaruk. Ibarat tidak kebagian panen cukup puas dengan
mengaduk-aduk tanahnya, siapa tahu ada "sisa-sisa" yang bisa
dimanfaatkan. Tulang-tulang sisa inilah yang kini jadi rebutan.
Dalam suasana "rebutan balung" inilah maka kita cakar-cakaran,
sikut-menyikut, libas-melibas dalam lipatan. Sedemikian memprihatinkan,
sehingga negara lain yang pukul gendang kita yang repot-repot joged!
Intimidasi kata oleh negara adidaya malah membuktikan bahwa dalam negeri
kita banyak anasir saling libas.
Misi yang terekayasa secara sistematis
karena adanya dukungan dana dari negara industri senjata. Adanya aliran
yang menginginkan terulangnya zaman jahiliah. Berhala yang bernama
kekuasaan menjadi dambaan dan pujaan para penggembala dosa. Lengkaplah
sudah daftar dosa yang disusun oleh negara adidaya yang bertujuan untuk
menebus dosanya di masa yang akan datang. Mosok dosa pun diperanakkan
dan dibapak-bapakkan bahkan sampai dipertuhankan.
Saling libas merupakan buah dari perjanjian lama maupun perjanjian baru
kawanan setan dengan para penggemar setianya. Kendati ada angin surga
tentang persaudaraan, ternyata kita lebih mengedepankan perjanjian
dengan setan. Sambil menunggu munculnya tebusan dosa maka kita bebas
sebagai pendosa, bebas mengkoleksi berbagai ragam dosa. Dari dosa bawaan
sampai dosa kiriman. Dari dosa seputih salju sampai dosa rasa keju.
Dari dosa yang tertera dalam kitab-kitab sampai tahunya setelah dihisab.
Bisikan saling libas terkadang memukau kita, bahkan dengan iming-iming
sembako atau rayuan pekerjaan bisa memanipulasi akidah seseorang.
Memang rancu antara saling libas dengan perpanjangan tangan teroris
mancanegara. Untung kita masih ber-Bhinneka Tunggal Ika.(hn) *) maaf,
jangan diakronimkan/disingkat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar