Senin,
01/12/2003 10:25
KETIKA RAKYAT TERSINGKIR, TERSUNGKUR, TERSANGKAR, TERSANGKUR, ..
Herwin Nur
"Rakyat" bukan lagi sebagai fungsi demokrasi. Di masa Orde Baru
rakyat diposisikan sebagai obyek pembangunan, dari Repelita ke Repelita, oleh
Bapak Pembangunan yang notabene ank petani desa. Pembangunan yang adil dan
merata ( merata = menggusur rakyat jelata ) menjadi kiat bersama.
Di era Reformasi peran dan posisi rakyat hanya dibutuhkan pada saat pemilu
saja. Selebihnya jadi bulan-bulanan politik dan penguasa negara. Rakyat jelata
tetap melata meraup sesuap nasi, butir demi butir. Rakyat dipermudah untuk jadi
kambing hitam, dipermudah untuk mengantongi kartu merah.
Tersingkir, jelas ada fenomena
dan wacana baru yang merebak di era Reformasi. Banyak oknum yang
mengatasnamakan rakyat dalam menggapai mukti, banyak parpol yang berbasis
rakyat untuk membangun empati, banyak LSM yang keluar dari liangnya untuk
mengejar matahari sore - dan tak kalah banyaknya para wakil rakyat yang
mendadak merasa berhak untuk mengkontrak nasib bangsa ini, untuk mengotak-atik
perjalanan negara ini menuju masyarakat madani, untuk mengkotak-kotak
masyarakat sebagai sumber masukan. Antrian rakyat miskin menuju pembagian
sembako semakin mulur. Antrian politisi sipil menuju parlemen semakin menjulur.
Antrian capres semakin membukit, dari yang tanpa modal sampai yang modal malu.
Kumpulan rakyat tersingkir bisa membentuk komunitas setingkat kecamatan. Asal
jangan mendirikan negara rakyat tersingkir. Mereka sudah merdeka Bung !!!
Tersungkur, ketika nestapa rakyat
sampai puncaknya, sudah tidak tersisa setetes air mata pun. Sudah tidak ada
tempat untuk mengadu. Bahkan Tuhan pun terasa asing di hati mereka. Mereka
tersungkur dalam puncak kepapaan, dalam puncak keniscayaan untuk bangkit. Di
belakang barisan rakyat, berduyun para calon wakil rakyat mendesak, mendorong,
bahkan mempercepat robohnya ketahanan tanpa pamrih. Mereka sedang merdeka Bung
!!!
Tersangkar, gelombang kesia-siaan
pengorbanan tanpa ujung mengusung sisa-sisa semangat pengabdian rakyat. Jer
basuki mowo anglo, tetap membara di nurani rakyat. Perputaran nasib rakyat
semakin jelas dikungkung dalam sistem yang diciptakan sang Reformis,
terselubung dalam sangkar keberuntungan dan peruntungan sebagai wong cilik,
tersanjung dalam buaian janji-janji politik. Mereka masih merdeka Bung !!!
Tersangkur, sudah jatuh dari
tangga tetangga ketiban dan terinjak ribuan semut merah; disengat listrik,
matahari dan kumbang madu. Masih untung kata Wong Jawa, tidak ketusuk duri
durian atau ketusuk sangkur sekalian. Apes-apesnya kepentung petugas Tramtib
yang sedang menggusur PKL, atau kegebuk petugas kebersihan yang sedang menyapu
PSK dari hotel ke hotel. Mereka memang merdeka Bung !!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar