Selasa,
12/07/2011 20:06
KUCING DALAM KARUNG vs
FOTO GARONG DI SPANDUK
Hanya karena kedudukan, kepentingan dan Rp yang menyebabkan manusia akrab
dengan politik. Kondisi ini sejalan dengan maraknya berhala Reformasi 3K (kaya,
kuat, kuasa) yang sudah merambah sampai tingkat kelurahan, serta mewarnai
kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Tidak ada kawan setia dalam
berpolitik. Contoh hangatnya, kasus menguapnya mantan Bendum Partai Demokrat,
bung MN, sedang singgah di Singapura (negara tujuan koruptor Nusantara). Tak
ada sekutu abadi dan tak ada seteru sampai mati, demikian platform kawanan
parpolis. Sungguh dilematis dalam setiap pemilu, khususnya dalam memilih wakil
rakyat dan pemilukada. Walau tidak masuk kategori kucing dalam karung, namun
ujung-ujungnya oknum wakil rakyat atau mantan gubernur, bupati, walikota mendapat
status tersangka, terduga, sampai terpidana.
Karena kerikil kecil orang tergelincir. Karena lubang kecil tabung gas
elpiji 3 kg mampu memporakperandakan kawasan permukiman. Sudah digariskan bahwa
periode 2009-2014 merupakan puncak dan klimaks kebrutalan kawanan parpolis,
baik yang sedang nangkring dan nongkrong di kursi empuk maupun kebagian di
kursi penonton atau di bangku cadangan. Ironisnya, jelang pemilukada, muncul
gambar wajah orang tak dikenal, terpampang di spanduk, poster, dsb menghias di dinding
bersaing dengan jasa sedot WC. Masyarakat, khususnya masyarakat yang punya hak
pilih terkadang apriori dan apatis melihat ulah para balon.
Presiden seumur hidup (Bung Karno), presiden 6 kali menang pemilu (Jenderal
Besar Soeharto), sampai para presiden di era Reformasi, mungkin banyak rakyat
yang tidak merasakan pengaruhnya secara langsung. Zaman Orla, rakyat antri
beras, karena beras sulit didapat. Sekarang, rakyat tak perlu antri beras!
Entah karena ada raskin atau beras berklas. Entah karena banyak variasi harga
beras. Entah karena ada pangan pengganti beras. Pemilukada bupati/walikota
jelas ongkos politiknya cukup signifikan (miliar Rp). Siapa pun yang terpilih,
hanya pihak tertentu yang diuntungkan. Tidak ada perubahan yang mendasar dalam
kehidupan sehari-hari. Hiruk pikuk hanya di pucuk pohon. Memajang, memasang,
menampakkan foto atau gambar diri di spanduk, kalau rakyat sudah tahu belangnya
malah bak bumerang makan tuan. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar