Saya Rakyat, Tetap Berdaulat dan Bermartabat
19 - Jun - 2013 | by: admin
Ilustrasi (doc KbrNet)
Warga negara kelas II, penduduk sebagai obyek pembangunan, penduduk
musiman, masyarakat papan bawah, masyarakat berpenghasilan rendah, kaum
pribumi; keluarga pra-sejahtera sampai keluarga miskin sekali; rakyat
jelata, rakyat gembel sebagai ungkapan kata menggambarkan sosok rakyat.
De jure dan de facto, rakyat yang dianggap keberadaannya dalam
percaturan berbangsa dan bernegara adalah wakil rakyat. Wakil rakyat
tingkat kabupaten/kota, provinsi sampai tingkat pusat mempunyai kekuatan
hukum, mengantongi jimat kebal hukum untuk menentukan dan mengatur
nasib rakyat selama lima tahun. Wakil rakyat merupakan perwujudan
representasi politik rakyat yang diharapkan daya responsifnya terhadap
aspirasi rakyat yang telah memilihnya, dalam prakteknya hanya tinggal
harapan.
Stigma rakyat adalah pekerja kasar, mencari rezeki mengandalkan
kerajinan tangan atau tenaga. Kalau punya pekerjaan tetap, bekerja pada
orang, diupah sesuai selera majikan. Konotasi rakyat melekat di angkutan
rakyat, bersifat massal, murah dan meriah, sehingga faktor aman dan
nyaman ada di urutan terakhir.
Hak Politik Rakyat
Rakyat dituntut untuk melaksanakan kewajiban politiknya, yaitu saat pemilu, pilpres maupun pilkada agar tidak golput. Hak rakyat hanya diperhatikan sehari dalam kurun waktu lima tahun. Hak politik sudah dikebiri atau bahkan dimutilasi secara sistematis, contoh nyata ada yang karena “kesalahan teknis” tidak masuk Daftar Pemilih Tetap (DPT). Ketidakberesan DPT bisa menghilangkan hak politik rakyat secara masif. Misal pada pemilu 2009, ada data yang menyebut 44,5 juta rakyat Indonesia kehilangan hak pilih. Ini juga terjadi di berbagai ajang pilkada di seluruh Indonesia. (sumber: berdikarionline.com)
Rakyat dituntut untuk melaksanakan kewajiban politiknya, yaitu saat pemilu, pilpres maupun pilkada agar tidak golput. Hak rakyat hanya diperhatikan sehari dalam kurun waktu lima tahun. Hak politik sudah dikebiri atau bahkan dimutilasi secara sistematis, contoh nyata ada yang karena “kesalahan teknis” tidak masuk Daftar Pemilih Tetap (DPT). Ketidakberesan DPT bisa menghilangkan hak politik rakyat secara masif. Misal pada pemilu 2009, ada data yang menyebut 44,5 juta rakyat Indonesia kehilangan hak pilih. Ini juga terjadi di berbagai ajang pilkada di seluruh Indonesia. (sumber: berdikarionline.com)
Demokrasi Pancasila berupaya menjamin terpenuhinya hak dasar rakyat
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya kemerdekaan
menyampaikan aspirasi.
Partisipasi politik rakyat secara total merupakan jantungnya
demokrasi. Patut dipahami bahwa demokrasi Pancasila tidak mungkin
terwujud dan berjalan dengan layak tanpa keikutsertaan rakyat di
dalamnya. Demokrasi merupakan fungsi rakyat. Rakyat bukan pelengkap
penderita dalam penyelenggaraan negara.
Partisipasi politik rakyat bersifat kesadaran diri, sukarela, bahkan diperlukan keikhlasan. Bukan karena intimidasi aparat, bujuk rayu partai politik. Bukan karena dimobilisasi oleh negara, atau karena ada sanksi hukumnya.
Daya juang rakyat sejak pra-Proklamasi sampai era Reformasi di
panggung politik menunjukkan kondisi yang fluktuatif. Pasal 1, ayat (2)
UUD 1945 : “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar.”
Artinya kedaulatan rakyat tidak bisa bersifat spontanitas dan
sporadis, harus melalui mata rantai yang menjemukan dan melelahkan.
Setiap rakyat memiliki kebebasan yang bertanggung jawab terhadap
penyelenggaraan pemerintahan sehingga dapat terwujud persatuan dan
kesatuan Indonesia. Jiwa otonomi daerah agar lebih mendekatkan rakyat
pada pengambilan keputusan, yang terjadi malah sebaliknya. Konflik
rakyat pemilik tanah dengan pengusaha yang akan alih fungsi lahan atau
mengeduk isi bumi, menjadi berita biasa.
Partisipasi Individu
Kedaulatan mutlak ada di tangan Allah, manusia sebagai khalifah di muka bumi mempunyai hak prerogratif mengelola dirinya sendiri. Adab manusia terhadap dirinya sendiri, seseuai firman-Nya dalam Al-Qur’an [QS Al A'raaf (7) : 96] : “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”
Kedaulatan mutlak ada di tangan Allah, manusia sebagai khalifah di muka bumi mempunyai hak prerogratif mengelola dirinya sendiri. Adab manusia terhadap dirinya sendiri, seseuai firman-Nya dalam Al-Qur’an [QS Al A'raaf (7) : 96] : “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”
Rakyat sebagai individu dapat mengaktualisasikan eksistensinya
sebagai makhluk utama atas tegaknya hukum Allah dalam pembangunan
kemakmuran di bumi. [KbrNet/HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar