petugas binaan partai vs politik tangan di bawah
Jika mau dicerdasi lebih seksama, akan terungkap kejadian yang tidak mungkin akan terjadi berkat praktek formal sila-sila dasar negara. Namun kejadian berfakta menu harian dan agenda andalan berlapis politik keindonesiaan. Diyakini bahwa praktek aspek bernegara lebih daripada itu. Terasa aneka rasa serba rasa. Tidak cocok dengan lidah dan selera nasionalisme kerakyatan. Namun demi cita-cita politik.
Kiranya lebih ringan dan jernih pikir, simak sekilas lintas ulasan “traktor tangan bantuan presiden vs ketahanan tangan petani”. Date modified 1/17/2018 6;18 AM. Sayangnya, di Buku I, II, dan III RPJMN 2015-2019, frasa “traktor tangan” tidak muncul. Yang muncul malah kata “kontraktor”.
Karena RPJMN 2015-2019 merupakan penjabaran Trisakti dan Nawa Cita andalan kampanye Jokowi plus/minus JK, maka sejak tahun pertama presiden langsung bagi-bagi traktor tangan ke petani di Indonesia. Cita-cita luhurnya, adalah agar produktivitas panen padi meningkat menjadi 7-8 ton Gabah Kering Giling (GKG). Sejauh ini rata-rata panen skala nasional 5,2 ton GKG.
Wajar kalau masih ada Operasi Pasar, agar ketersediaan beras di pasar bebas, tidak minimal. Artinya, rakyat sudah tidak bisa merasakan nikmatnya beras impor. Petani menjadi sejahtera. Jargon “kalau mau sejahtera, jangan jadi petani” sudah usang. Jangan dimodifikasi menjadi “kalau rakyat ingin makmur dan sejahtera, jadilah wakil rakyat”. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar