ekonomi Islam nusantara vs stabilitas politik multipartai
Pakai acuan kasat mata. Simak jalur ganda rel kereta api. Aturan main agar sama-sama tepat waktu, selamat walau berlawanan arah. Di atas kertas saja, narasi olah kata ini tidak ada titik temu, walau sebidang. Sudah dua lema ‘walau’ terpakai. Pratanda tidak ada tanda patut dicurigai. Tidak ada indikasi dini yang menyenangkan pihakan terlibat.
Pelaku ekonomi nusantara tetap terpaku pada pakem dan dalil tradisional. Peribahasa bahasa Jawa tuna satak bathi sanak. Suratan siratan maksudan bahasa ‘rugi harta laba saudara’.
Kilas balik ke judul >2 tahun “praktik demokrasi setara nusantara, di sana girang vs di sini garing”. Date modified 9/29/2019, 4:01 PM.
Bagaimana korelasi antara indeks kompetitif manusia politik dengan indeks kompetitif manusia ekonomi. Apakah ada kesetaraan, artinya masuk kategori hak asasi yang terbilang sama. Kutak tahu, bagimana sejatinya parpol terbuka dan apa itu parpol tertutup. Karena daya Rp, sebuah manusia politik tanpa pengalaman politik, bisa dimanfaatkan oleh parpol. Menjadi caleg, cakada bahkan cakara.
Sejak kapan pun, manusia ekonomi nusantara yang sejatinya menentukan nasib kisah sukses manusia politik. Faktor polularitas, elektabilitas memang masih menjadi nilai jual. Di daerah, teriring melajunya dinasti politik. Elite lokal dalam pilkada tidak bisa dianggap remeh. Koalisi nasional tak laku di daerah. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar