semakin
uber urusan dunia, urusan akhirat semakin mendekat
Sebagai pembuka, saya ajak pembaca memanfaatkan waktu
luangnya sambil menyimak makna [QS Alam Nasyrah (94) : 7] : “Maka apabila kamu telah selesai
(dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain,”.
Bisa juga dimaknai apabila kamu telah
selesai mengerjakan urusan dunia maka kerjakanlah urusan akhirat.
Jangan diartikan
bahwa ada batas, sekat, beda bagi waktu antara urusan dunia dengan urusan
akhirat. Tak heran ada yang mengatakan untuk urusan akhirat, nanti setelah tua,
setelah memasuki pensiun, atau kalau dikerjakan dalam skala harian nanti kalau
ada waktu luang. Wajar kalau manusia ingin bersegera bisa berhubungan dengan
orang lain untuk berbagai kepentingan dunianya. Ingin urusan cepat selesai,
tidak makan waktu.
Akankah urusan dunia
bisa dikerjakan secara paralel dengan urusan akhirat? Justru karena Allah-lah
kita berbuat di muka bumi ini. Apapun yang kita lakukan semampu kita, secara
loyal dan total, adalah ikhtiar melaksanakan perintah-Nya. Apapun yang tidak
kita lakukan, kita hindari dengan sekuat upaya, sebagai wujud nyata menjauhi
segala larangan Allah.
Masih ingatkah kita akan
cuplikan sunnah Rasul, maknanya jika kita mendekat kepada Allah sejengkal, maka
Allah akan mendekati kita sehasta. Andai
kita mendekat kepada Allah sehasta, maka Allah akan mendekati kita satu depa. Kalau kita mendatangi Allah dengan
berjalan, maka Allah akan mendatangi kita dengan berlari.
Naluri bisnis yang
menjadikan kita sibuk urusan dunia, seolah melupakan, menjauh, mengingkari
urusan akhirat. Bagaimana reaksi dan respon Allah. Sifat Maha Pemurah, Maha
Pengasih, Maha Penyayang, Allah tidak menjauh dari diri kita. Allah tetap
menggelontorkan rezeki-Nya kepada siapa saja yang sibuk berusaha. Cuma kita
lupa diri bahwa nikmat dunia adalah ujian mencari tiket masuk surga.
Tata pikir, olah akal,
sistem logika, kadar nalar yang ada di benak, otak kita, bisa-bisa bisa
mencelakakan diri sendiri. Kita merasa tertuntun, terbimbing, terarah, padahal melenakan
kita untuk melangkah atau mencampuradukkan antara hukum Allah dengan hukum
buatan manusia. Karena usia/umur, atau faktor tertentu, hukum Allah berlaku
kepada kita. Begitu kita melangkah, saldo amal bertambah sekaligus argo dosa
bergerak sesuai jarak dan waktu tempuh.
Banyak yang merasa suskes
dunia berkat kerja kerasnya. Mengira akibat daya juang tak kenal waktu, tak
kenal lelah, tak kenal mana kawan mana lawan bisa meraih prestasi duniawi.
Menduga keberaniannya berjibaku, mengarungi waktu dan bertarung melawan waktu “sekedar
melaksanakan perintah Allah” berbuah manis. Menyangka dunia ada di tangannya dan
tak terkuras sampai tujuh turunan.
Pembaca yang budiman, yang
arif, atau apapun gelarnya, sebelum menjauh masuk ketulisan ini, ada bagusnya
kita tengok [QS At Taubah (9) : 38] : “Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya bila
dikatakan kepadamu: "Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah"
kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan
kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup
di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) diakhirat hanyalah sedikit.”
Firman dan peringatan Allah mungkinkah kita bisa,
sudah atau belum merasa puas dengan kehidupan dunia.
Jujur saja, orang yang
matian-matian mengejar dunia, bahkan sampai mati betulan, hakikatnya hanyalah mengambil
jatah yang sudah ditetapkan Allah. Meraih hasil yang sudah menjadi hak
prerogratif Allah. Utawa mengejar, mewujudkan angan-angan, mimpi, liwat jalur apa
saja, yang pasti akan sampai ke pemiliknya, tanpa ditunda waktu dan dikurangi
sedikitpun. Oleh karena itu, apa pun yang kita perbuat tidak akan mempengaruhi jatah
yang telah ditentukan Allah untuk kita. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar