Akankah Umat Islam Bisa Disiplin Dan Tepat Waktu Hanya Saat Buka Puasa
Ramadhan
Perjalanan Waktu
Kehidupan
memang fungsi waktu, secara sadar kita melakoninya sehari demi sehari, nyaris
rutin, ritmis, linier dan tipikal. Apa yang kita kerjakan seolah mengulang
kegiatan seperti kemarin, sejak bangun pagi sampai bangun pagi hari berikutnya.
Kehidupan nampak didikte oleh waktu, seolah hidup hanya mengisi waktu.
Wajar, kita tidak menyadari kalau dengan
kegiatan rutin harian, selain bisa menumpuk dosa harian, bisa membuahkan amal
harian yang masuk kategori amal unggulan. Amalan unggulan setelah melakukan
amalan fardhu atau amalan wajib, berupa amalan sunnah (nafilah), yang dilakukan
secara kontinyu, rutin, menerus, berkelanjutan berdasarkan iman, serta
dilaksanakan berdasarkan pengetahuan.
Firman, peringatan dan ketetapan Allah tentang waktu, bahkan bagaimana
Allah memposisikan dan memuliakan waktu diabadikan di Al-Qur’an, dengan menyebutkan
pandanan waktu di ayat pertama di beberapa surat, seperti : “Demi fajar,”
Al Fajr (fajar), “Demi malam apabila menutupi (cahaya
siang),” Al Lail (malam), “Demi bintang ketika terbenam.” An
Najm (bintang), “Demi waktu matahari sepenggalahan naik,” Ad Dhuhaa
(waktu matahari sepenggalan naik), dan “Demi masa”, Al ’Ashr
(masa).
Pada umumya
manusia melihat waktu secara maknawi, belum pada tataran, tatanan hakekat. Waktu
dibingkai dalam satuan sehari semalam ada 24 jam. Waktu sebagai pertanda,
pembatas, peringatan, kapan waktu kerja, waktu istirahat, waktu makan. Alat
tanda waktu berupa jam, arloji menjadi andalan utama untuk kegiatan harian.
Perjalanan dan pergantian waktu
sebagai fungsi berbagai kesempatan. Waktu dikaitkan dengan pertambahan umur dan
sisa perjalanan hidup di dunia. Evaluasi
dilakukan atas keberhasilan mewujudkan keinginan, meraih cita-cita, mendapatkan
sasaran, menyelesaikan target, memperoleh harapan atau sesuatu yang terukur
secara duniawi.
Perubahan waktu berdasarkan peredaran matahari, malam dan siang, terjadi
terus-menerus, konstan, dan kontinyu. Berjalan detik demi detik, seiring
detak jantung dan denyut nadi kita. Waktu tak pernah mengingkari amanahnya, tak
kenal mogok, tak mau diajak kompromi, tak mau ngebut, tidak bisa
dinego.
Kehidupan
manusia dibingkai dalam satuan waktu, bergerak dari waktu ke waktu. Modul waktu
adalah siklus 24 jam, atau sesuai waktu tempuh perputaran bumi terhadap matahari.
Kehidupan religi dan duniawi mulai azan subuh sampai azan subuh
berikutnya. Semua dilaksanakan nyaris tipikal, hari demi hari.
Perilaku Islami
Kebesaran umat Islam di
Indonesia hanya ditandai banyaknya jumlah penduduk yang memeluk, menganut,
beragama Islam. Tidak ada yang merisaukan bahwa kemungkinan besar terjadi
penurunan persentase, dari tahun ke tahun. Kiprah, kontribusi, kinerja umat
Islam hanya diukur berdasarkan daya juang dan ruang juang partai politik, organisasi
kemasyarakatan atau wadah kegiatan lainnya. Penyelenggara negara yang berkopiah
hitam, dikira beragama Islam. Padahal kopiah hitam, ciri bangsa Indonesia,
bagian dari busana jas lengkap.
Bangsa Indonesia yang
multietinis, multikultur serta multiSARA yang secara adat, budaya lokal,
budipekerti berbasis tata krama, sopan santun, menjadikan ada umat, komunitas
atau suku yang berperilaku islami, tetapi tidak beragama Islam. Bagaimana ada
kaum ibu yang bangun pagi karena rasa bakti ke keluarga. Bagaimana adab
bertetangga sampai memberlakukan alam dengan arif dan bijak. Walau banyak yang
tergerus kemajuan dan perdaban zaman. Anak melawan orang tua, serta
kebalikannya orang tua mentelantarkan anak, bahkan membuang bayi yang baru
dilahirkannya. Mungkin masih kasus, tetapi menjadi fenomena.
Singkat kata, pihak lain, dunia
barat atau kekuatan tertentu lainnya, melihat kualitas umat Islam pada
keistiqomahannya. Minimal kokoh dalam aqidah dan konsisten dalam beribadah. Sikap
istiqomah bersifat individu, namun jika rata-rata umat Islam mampu mewujudkan,
terjadi sinerji di luar akal manusia. Bayangkan, jika terjadi antrian mau sholat
fardhu di masjid, seperti orang antri mau naik haji. Waktu tunggu yang tidak
bisa diprediksi dan diantisipasi.
Ironis, kehidupan umat Islam
dalam kesehariannya, terkadang, kadangkala, bahkan sering, acap, terbiasa tidak
masuk kategori islami. Mulai dari hal yang nampak sepele, remeh-temeh sampai
dengan waktu berurusan dengan Allah. Sholat di awal waktu, masih ditawar atau
mencari keringanan, mencari dispensasi atau mencari pembenaran diri. Masih ada pembuktian
dan harapan, ternyata umat Islam bisa disipilin dan tepat waktu saat buka
puasa. Menit-menit jelang kumandang azan manghrib, sudah siap di meja makan. Minimal
sudah menyiapkan berbagai menu buka puasa, dari yang ringan sampai yang cepat
meringankan tubuh. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar