Gafatar dan tindak antisipasi
kecolongan dari dalam
Secara
historis, umat Islam hanya akan bersatu saat menghadapi musuh, lawan, seteru
yang sama. Pernah diriwayatkan, bagai dua serigala lapar yang berkelahi. Begitu
harimau mendekat mau menyantap mereka, dua serigala berhenti konflik, tanpa
komando bersatu siap hadapi sang raja hutan. Jadi kekuatan sekaligus kelemahan
umat Islam pada aspek ukhuwah.
Di era mégatéga ini, walau musuh bersama atau berbagai tindakan provokasi, pemurtadan, Islamophobia di depan mata, umat Islam tetap adem ayem. Sikap sabar dalam hal menunggu.
Menunggu waktu dan kesempatan untuk berbalas pantun. Setelah kebakaran, baru
bereaksi. Menunggu banyak, baru bertindak. Setelah kecolongan, baru ribut
rapatkan barisan. Setelah kebobolan, baru sadar akan lengah diri. Jika ada
pihak yang berani bereaksi dan bertindak, malah saling menyalahkan. Adu
argumen.
Karena hukum negara menjadikan umat Islam segan dan enggan bereaksi maupun
bertindak. Bisa serba salah. Maksud hati ingin berbuat baik, bisa-bisa bisa
melanggar pasal hukum, sehingga terkadap berikap ambil amannya saja.
Tidak salah,
jika umat Islam bangga dengan atribut, asesoris busana kebesaran organisasi,
sejarah masa lampau dan jargonnya. Menghadapi masalah bangsa, negara dan
masyarakat lebih mengedepankan selera dan ambisi organisasi. Bahkan untuk
menegakkan pasal dalam hukum Allah, mendadak banyak pihak menjadi ahli
berdebat, cakap berdalih, mahir berargumentasi, andal berbaku mulut. Mendewakan
akal dan nalar, penetapan awal Ramadhan, awal Syawal menjadi ajang pamer
derajat keislaman, ajar pamer kefasihan beragama. Ujung-ujungnya malah semakin
jauh dari semangat ukhuwah, semangat mewujudkan kemashlahatan umat, karena
mengutamakan urusan dunia. Tak kurang, antar umat Islam saling mengkafirkan,
saling mengkambinghitamkan. Bukan berarti umat Islam mudah dan gampang diadu
domba.
Perjuangan agama Islam memang tidak bisa begitu saja diserahkan ke mekanisme
pasar, ke pundak Pemerintah yang harus dan wajib berdiri di atas semua SARA.
Mengandalkan organisasi kemasyarakatan – celakanya, Gerakan Fajar Nusantara
(gafatar) adalah ormas resmi sejak 2012 yang memilik 34 DPD – berharap pada
kontribusi, kiprah dan kinerja partai politik berlabel Islam, atau percaya pada
daya uang MUI, atau menyerahkan urusan kemasyarakatan kepada FPI, sebagai hal
yang justru menjadi batu sandungan, atau bahkan akan menjadi bumerang, senjata
makan tuan. Bukan salah bunda mengandung, jika ormas Islam gemar, hobi, minat
pada politik kekuasaan. Bukan pada politik kebangsaan, apalagi politik religi.
Seolah umat Islam Indonesia tidak belajar dari sejarah, justru “musuh
bersama” adalah kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan. Adanya gerakan nyata
berbasis memputarbalikkan, mencampuradukkan, merekayasa, memodusoperandikan
esensi ayat Al-Qur’an dan sunah Rasul dengan bahasa sederhana, simple, masuk
akal sehingga mudah dicerna telinga awam. Bahkan mampu merasuki jiwa anak
bangsa yang menguasai bahkan surplus ilmu formal, namun defisit ilmu agama.
Rumah tangga dan keluarga sebagai sekolah sekaligus madrasah pertama dan
utama untuk mengajarkan ilmu kepada anak. Menjadi dasar dan pondasi utama,
sebagai media didik untuk memberikan landasan religi bagi anak sebelum
mengikuti jenjang pendidikan formal.
Dari segi lingkungan tempat tinggal di perumahan, peran masjid yang
multifungsi dan multiguna dalam penyebaran agama Islam sekaligus sebagai daya
pencegah tangkal gerakan maupun tindakan yang ingin menggerogoti, merobohkan,
dan meninabobokan Islam dari dalam.
Akhir kata, muncul,
marak, merebak dan mewabahnya gerakan yang dikategorikan provokasi, pemurtadan, Islamophobia, bukanlah bujuk rayu dan
tipu daya setan. Bukanlah bisik, hasut dan ajakan setan. Justru sebagai modus
operandi dan rekayasa murni manusia, tentunya yang jiwa, hati nuraninya sudah
dirasuki setan.
Adam dan Hawa menjadi korban pertama bujuk rayu dan tipu
daya setan, sehingga menjadi penghuni dunia sampai hayat, menanti hingga hari
akhir atau kiamat. Kejadian ini dijelaskan mengacu terjemahan [QS Al A'raaf (7) :
24] : “Allah berfirman: "Turunlah kamu sekalian, sebahagian
kamu menjadi musuh bagi sebahagian yang lain. Dan kamu mempunyai tempat
kediaman dan kesenangan (tempat mencari kehidupan) di muka bumi sampai waktu
yang telah ditentukan."
Lihat juga [QS Al
Baqarah (2) : 36]. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar