Halaman

Rabu, 06 Januari 2016

Mengenal Sifat Keluh Kesah Lagi Kikir Diri Sendiri

Mengenal Sifat Keluh Kesah Lagi Kikir Diri Sendiri

Bentuk fisik maupun sifat orang tua bisa mewaris atau menurun ke anaknya.  Tidak salah kalau seorang anak mewarisi watak orang tuanya, bahkan hasil kombinasi watak ibu bapaknya. Sifat, watak, karakter, tabiat atau padanan kata  lainnya, bisa bersifat turunan sebagai pengaruh internal dan terkecuali pengaruh eksternal.

Kita tidak perlu merisaukan dari mana datangnya, asal muasal atau penyebab sifat yang ada di diri manusia. Ilmu formal sudah lama memformulasikannya serta dirinci melalui kajian ilmiah, bahkan sudah dipetakan sesuai proporsi dan anatomi tubuh manusia.

Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna dibanding makhluk lainnya, telah dilengkapi dengan berbagai atribut, aksesoris pengisi, pelengkap, penguat sesuai perkembangan fisiknya. Bahkan Allah sudah menetapkan di dalam kitab Lauh al-Mahfudz tentang perjalanan hidup, akhir riwayat dan masa depan abadinya seorang anak manusia.

Atribut atau asesoris apa saja yang dibawa manusia sejak dalam kandungan bahkan? Kita mengacu [QS Al Ma’aarij (70) : 19-23] : “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya,”

Jangan diartikan Allah menjadikan sifat keluh kesah lagi kikir, sebagai beban kehidupan, atau diaggap dosa bawaan, dosa titipan. Atau bahkan dijadikan alasan jika kita berhal demikian, saat kita bernasib demikian. Keluh kesah lagi kikir sebagai penyakit umat manusia tentu ada obatnya. Tersurat di surat/ayat di atas, obat anti keluh kesah lagi kikir yaitu ‘kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya’.

Memang kita tidak boleh begitu saja mengambil kesimpulan dari satu atau beberapa ayat terkait. Justru bisa sebagai pintu masuk untuk menelusuri, menelisik dan menyidik lebih lanjut. Atau bisa juga sebelum melangkah jauh, kita memantapkan makna dari nomenklatur atau frasa sifat keluh kesah lagi kikir. Antara keluh kesah dengan kikir ada hubungan sebab akibat, bahkan saling menguatkan dengan kata ‘lagi’. Tepatnya, jangan cepat putus asa vs mudah puas diri.

Dua kata kunci yang menjadi fokus dan perhatian kita yaitu ditimpa kesusahan dan mendapat kebaikan.

Kita ingat lirik lagu Pramuka : “Apa guna keluh kesah”, dst. Anak didik yang masih di SD yang menjadi anggota Pramuka tingkat Siaga, secara tak langsung sudah dikenalkan dengan frasa ‘keluh kesah’. Mulai dari lagu, sebagai awal dan dasar pembentukan karakter. Berlanjut hingga jejang SMP dan SMA. Asupan ilmu lainnya, khususnya ilmu agama, semakin memantapkan jiwa anak untuk tidak mudah berkeluh kesah. Tidak mudah menyerah pada tuntutan dan tantangan kehidupan.

Bagaimana sikap umat Islam mengelola nasib diri ketika sedang ditimpa kesusahan dan mendapat kebaikan? Kadar kesusahan dan kebaikan bersifat relatif, tergantung daya tahan masing-masing.

Ditimpa kesusahan, bukan berarti kondisi dan posisi kita sedang pasif, tidak melakukan kegiatan dan aktifitas rutin. Justru kesusahan yang sedang menimpa kita, sebagai uji coba dan batu ujian untuk meningkatkan kadar iman kita. Dari rumah berangkat kerja, menuju sekolah, melalui berbagai bentuk pengorbanan, derajat kesusahan di jalan. Mewujudkan mimpi, tak kurang menghadapi berbagai tingkatan kesusahan. Pengalaman harian menyebabkan kita tidak mudah menyerah pada nasib.

Mendapat kebaikan, jangan dimaknai sebagai mendapat durian runtuh (apalagi di kebun orang). Jangan pula diartikan sebagai hasil jerih payah kita dalam menguber rezeki-Nya. Manusia wajib berikhtiar, soal hasil adalah hak prerogratif Allah swt. Mendapat kebaikan bisa sebagai awal ditimpa kesusahan, jika kita tidak mampu mengemban kebaikan tersebut. Jangan otomatis berpuas diri jika sedang mendapat kebaikan yang terukur dalam skala duniawi.

Tak perlu dipungkiri, disangsikan apalagi diperdebatkan bahwa shalat sebagai obat mujarab mengatasi penyakit keluh kesah lagi kikir. Kita waji bersyukur dan tetap beratubat jika seolah merasa tidak masuk domain ‘keluh kesah lagi kikir’. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar