mencari format Politik Dalam
Negeri
Saya ingin
mengajak pembaca membaca berita utuh (tanpa gambar) yang saya unduh, hasilnya :
Fadli Zon Disoraki di Rakernas, PDIP Minta Maaf
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA Senin, 11 Januari 2016, 23:45
WIB — Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menegaskan teriakan ‘huuu’
pada PLT Ketua DPR RI, Fadli Zon di rakernas I bukan kadernya. Sebab, sikap
resmi PDIP menghormati Fadli Zon.
Hal itu dibuktikan dengan undangan resmi pada yang
bersangkutan serta sapaan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri saat
berpidato. Wakil Sekretaris Jenderal PDIP, Ahmad Basarah mengatakan, kalaupun
teriakan ‘huuu’ itu dinilai melecehkan atau Fadli Zon tidak berkenan, pihaknya
sebagai sekretaris Steering Committe (SC) rakernas meminta maaf.
“Saya pribadi sebagai sekretaris SC meyakini itu bukan
dari kader PDIP, kalaupun demikian, kami minta maaf atas insiden itu,” ujar
Basarah pada Republika.co.id, Senin (11/1).
Menurut Basarah, di era kebebasan berpendapat saat ini
memang sulit untuk mengontrol suara-suara yang muncul dari semua orang. Namun,
PDIP memastikan suara ‘huuu’ bukan datang dari kader PDIP. Terlebih, teriakan
tersebut terjadi saat pembukaan rakernas yang terbuka bukan hanya untuk kader
PDIP.
Basarah meyakini dari intonasi suara yang meneriakan
‘huuu’ dinilai hanya dilakukan beberapa orang. Bukan mayoritas peserta
rakernas. Sebab, sikap resmi PDIP dibuktikan dengan apa yang disampaikan Ketua
Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri yang menyapa Fadli Zon.
“Tapi kami pastikan, itu bukan kader dari PDI
Perjuangan,” tegas dia.
KESIMPULAN BULAT-BULAT
Secara
akademis, menurut kaidah ilmiah, jika hanya ada satu fakta, satu bukti, satu
kejadian perkara, tidak bisa dianggap sebagai kesimpulan atau dapat disimpulkan.
Namun kata
ahli politik, di panggung, industri, syahwat politik, tidak ada
fakta/bukti/kejadian perkara bisa diambil berbagai macam dan tingkatan
kesimpulan. Atau jangan dibayangkan jika
kejadian di atas menimpa orangnya PDIP. Bahkan semacam Megawati binti Sukarno.
Apa yang akan terjadi? Dipastikan akan terjadi polemik politik tak
berkesudahan. Apalagi kalangan wong cilik yang mati-matian, berani mati bela
presiden senior/ketum PDIP dengan segala cara. Turun ke jalan dengan berbagai
aksi sebagai pola andalannya.
Atau
sebaliknya, banyak fakta/bukti/kejadian perkara berbasis modus operandi politik,
begitu diambil kesimpulannya secara yuridis seolah tidak ada fakta/bukti/kejadian
perkara apapun. Bahkan jika ada bukti
rekam jejak, rekam gambar, rekam suara, disangkal oleh petinggi parpol dengan
cara sederhana : “bukan kader dari partai politik XXX”. Bisa jadi dari begundal, cecunguk parpol sebelah.
Politik
dalam negeri Indonesia, beda dengan politik luar negeri yang bebas aktif,
akankah berupa ‘bebas
politik aktif’. Contohnya seantero Nusantara, tidak bisa ditulis, walau
kesimpulan umumnya. Karena dinamis dan terus berkembang, bertambah, berubah.
Karena tiap oknum kawanan parpolis secara asas bebas aktif bisa melakukan atau menghasilkan
lebih dari satu keanehan politik. Terlebih di era megatega ini, setan pun
bingung atas keanehan politik Nusantara, karena merasa tidak membisikinya,
bukan hasil godaannya. Jangan-jangan iblis minta pensiun dini, karena
pekerjaannya diambil alih oleh manusia politik Nusantara.[HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar