Halaman

Selasa, 12 Januari 2016

mencari format Politik Dalam Negeri

mencari format Politik Dalam Negeri

Saya ingin mengajak pembaca membaca berita utuh (tanpa gambar) yang saya unduh, hasilnya :

Fadli Zon Disoraki di Rakernas, PDIP Minta Maaf
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA Senin, 11 Januari 2016, 23:45 WIB — Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menegaskan teriakan ‘huuu’ pada PLT Ketua DPR RI, Fadli Zon di rakernas I bukan kadernya. Sebab, sikap resmi PDIP menghormati Fadli Zon.

Hal itu dibuktikan dengan undangan resmi pada yang bersangkutan serta sapaan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri saat berpidato. Wakil Sekretaris Jenderal PDIP, Ahmad Basarah mengatakan, kalaupun teriakan ‘huuu’ itu dinilai melecehkan atau Fadli Zon tidak berkenan, pihaknya sebagai sekretaris Steering Committe (SC) rakernas meminta maaf.
“Saya pribadi sebagai sekretaris SC meyakini itu bukan dari kader PDIP, kalaupun demikian, kami minta maaf atas insiden itu,” ujar Basarah pada Republika.co.id, Senin (11/1).

Menurut Basarah, di era kebebasan berpendapat saat ini memang sulit untuk mengontrol suara-suara yang muncul dari semua orang. Namun, PDIP memastikan suara ‘huuu’ bukan datang dari kader PDIP. Terlebih, teriakan tersebut terjadi saat pembukaan rakernas yang terbuka bukan hanya untuk kader PDIP.

Basarah meyakini dari intonasi suara yang meneriakan ‘huuu’ dinilai hanya dilakukan beberapa orang. Bukan mayoritas peserta rakernas. Sebab, sikap resmi PDIP dibuktikan dengan apa yang disampaikan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri yang menyapa Fadli Zon.

“Tapi kami pastikan, itu bukan kader dari PDI Perjuangan,” tegas dia.

KESIMPULAN BULAT-BULAT
Secara akademis, menurut kaidah ilmiah, jika hanya ada satu fakta, satu bukti, satu kejadian perkara, tidak bisa dianggap sebagai kesimpulan atau dapat disimpulkan.

Namun kata ahli politik, di panggung, industri, syahwat politik, tidak ada fakta/bukti/kejadian perkara bisa diambil berbagai macam dan tingkatan kesimpulan.  Atau jangan dibayangkan jika kejadian di atas menimpa orangnya PDIP. Bahkan semacam Megawati binti Sukarno. Apa yang akan terjadi? Dipastikan akan terjadi polemik politik tak berkesudahan. Apalagi kalangan wong cilik yang mati-matian, berani mati bela presiden senior/ketum PDIP dengan segala cara. Turun ke jalan dengan berbagai aksi sebagai pola andalannya.

Atau sebaliknya, banyak fakta/bukti/kejadian perkara berbasis modus operandi politik, begitu diambil kesimpulannya secara yuridis seolah tidak ada fakta/bukti/kejadian perkara apapun.  Bahkan jika ada bukti rekam jejak, rekam gambar, rekam suara, disangkal oleh petinggi parpol dengan cara sederhana : “bukan kader dari partai politik XXX”. Bisa jadi dari begundal, cecunguk parpol sebelah.

Politik dalam negeri Indonesia, beda dengan politik luar negeri yang bebas aktif, akankah berupa ‘bebas politik aktif’. Contohnya seantero Nusantara, tidak bisa ditulis, walau kesimpulan umumnya. Karena dinamis dan terus berkembang, bertambah, berubah. Karena tiap oknum kawanan parpolis secara asas bebas aktif bisa melakukan atau menghasilkan lebih dari satu keanehan politik. Terlebih di era megatega ini, setan pun bingung atas keanehan politik Nusantara, karena merasa tidak membisikinya, bukan hasil godaannya. Jangan-jangan iblis minta pensiun dini, karena pekerjaannya diambil alih oleh manusia politik Nusantara.[HaeN]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar