dikotomi revolusi mental, politik
fantasi vs fantasi politik
Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) Kamus versi
online/ daring (dalam jaringan) :
fantasi/fan·ta·si/ n 1 gambar (bayangan) dalam angan-angan; khayalan: cerita itu
berdasarkan -- , bukan kejadian yang sebenarnya; 2 daya untuk menciptakan sesuatu dalam angan-angan: pengarang harus
kuat -- nya; 3 hiasan tiruan: gaun itu diberi kancing dan saku --;
-- biologis bayangan secara biologi: karena -- biologis itu, keinginan untuk melakukan
eksplorasi terhadap wilayah yang masih menyimpan misteri ilmu pengetahuan
tersebut makin meningkat;
berfantasi/ber·fan·ta·si/ v berangan-angan; berkhayal: anak-anak hendaknya dilatih agar pandai ~ dengan memberi mereka buku-buku bacaan yang dapat menunjang pengembangan daya khayal mereka;
memfantasikan/mem·fan·ta·si·kan/ v mengangan-angankan; mengkhayalkan
Padahal syarat utama, pertama, dominan
untuk menjadi pelaku politik adalah daya fantasinya. Ibarat burung dalam
sangkar yang tinggi, seperti dalam sumur, terbang berputar membubung tinggi.
Rekam jejak kawanan parpolis, politisi
kambuhan, karbitan/orbitan, kader jenggot, warisan politik yang pernah mendapat
jatah kursi sebagai penyelenggara
negara, malah semakin hidup di angan-angan politiknya. Pakai modal merasa bisa
tampil di depan, mengatur lalu lintas negara.
Tiga ajaran
kepemimpinan yang diwariskan Ki “Taman Siswa” Hajar Dewantara pun tak
ketinggalan juga ikut difantasikan.
1.
Ajaran pertama yang berbunyi ing ngarso sung
tulodo diubah menjadi ing ngarso aji mumpung, mumpung aji kuoso.
2.
Yang kedua berbunyi ing madyo mangun karso
digubah menjadi ing madyo numpuk bondo.
3.
Terakhir atau yang ketiga berbunyi tut wuri handayani mengalami
proses revolusi mental menjadi tut wuri ngoyak donyo dibelani tekan mati.
Hebatnya, fantasi politik vs politik
fantasi tidak mengenal perbedaan jenis kelamin. Bahkan kaum hawa pandai
mendadak alim ketika alih status menjadi tersangka tipikor. Merasa dizalimi
oleh pihak tetangga jika niat tulusnya jadi presiden lagi tidak terwujud.
Sampai jual tangis pengharu-rasa disetiap kesempatan cuap kata. Memamerkan jasa
bapak moyangnya.
Kini, diperiode megatega ini masih
terjadi saling lomba mewujudkan fantasi politik vs politik fantasi. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar