Perombakan
Total Metro Mini
Metro Mini di
Jakarta, munkin termasuk angkutan umum penuh dan padat do’a. Masih ngetem di terminal
bayangan, atau tujuan akhir rute, pengamen jual jasa silih-berganti. Menarik
simpati dengan mendo’akan calon penumpang yang menyisihkan rezekinya, seribu
dua ribu, akan selamat sampai tujuan. Penumpangpun otomatis berdo’a, mulai karena
ngetem terlalu lama, bis main serobot, sopir bis memamerkan keahliannya sebagai
raja jalanan.
Memang bisnis jalanan
panas dan tidak mengenal toleransi, tata krama, tata tertib, andalannya adalah
Rp. Pajak harian, pajak jalanan, pajak simpang jalan, pajak ngetem, pajak tarik
penumpang menjadi jatah oknum aparat resmi berseragam sampai preman jalanan. Semboyan
yang ditayang di kaca belakang “sesama bis kota dilarang saling mendahului” justru sebagai
pengingat uber rezeki sebelum dicaplok orang lain. Beda rute bisa saling
bersaing dengan segala cara, apalagi satu rute.
Jika sopir Metro Mini
menuntut upah tertentu, karena ada kebijakan operasionalisasi eketernal, wajar,
manusawi dan masuk akal mereka.
Andai syarat menjadi sopir
Metro Mini sesuai standar kompetensi serta kelayakan dan kepatutan bis didukung
sertifikasi, bisa-bisa bisa malah membuat armada baru dengan merekrut sopir
bisa baru. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar