toleransi
revolusi mental Nusantara, daya tahan politik vs daya tahan ekonomi
Persatuan, kesatuan maupun toleransi rakyat
Nusantara sudah dipraktekkan, terjalin mesra, terwujud utuh jauh sebelum
proklamasi 17 Agustus 1945. Diformalkan dengan asas Bhineka Tunggal Ika.
Semangat gotong royong yang sesuai pertambahan usia/umur anak bangsa semakin
menyusut, luntur dan terkikis.
Semangat “asam di gunung, garam di laut bertemu dalam
satu belanga/kuali” malah hanya sebatas peribahasa. Atau Nusantara
menjadi dunia kecil, mewakili bangsa yang ada di dunia. Terkhususnya,
teutamanya negara adidaya, negara polisi dunia, negara penjaga perdamaian,
negara pengatur ekonomi dunia. Indonesia dengan ringan hati membuka diri, siap
menerima masuknya garam impor. Bisa-bisa, bisa terjadi asam di gunung, bibitnya
beraneka ragam dari berbagai negara tetangga. Apalagi jika gunung sudah mulai
gundul dan gemar batuk ringan, batu berdahak dan batuk ingusan.
Dampak psikologis kebijakan
pemerintah akibat perdagangan bebas dunia, menjadikan masyarakat petani
Nusantara sudah terlanjur tidak terbiasa dan tidak dapat lagi memproduksi
kebutuhan pangan dalam negeri. Sandang pangan sudah tergantikan dengan produk
buangan, produk murahan, produk apkiran dari manca negara.
Perjuangan politik
menjadi senjata utama, senjata andalan yang melandasi Proklamasi serta
mempertahankan eksistensi, jati diri bangsa dan negara sesuai asas de jure
dan de facto. Ironis, pekerja politik komersial, yang kenyang “makan
asam garam” karena faktor keturunan malah menjadikan bangsa dan negara ini
digadaikan sebagai korban konspirasi internasional. Bandar politik pendukung
Jokowi, dengan gagah berani tampil di perombakan Kabinet Kerja. Saat pelantikan
menteri hasil perombakan, selasa 12 Agistus 2015, memposisikan diri tanpa
diminta, sesudah RI-1 dan RI-2 memberi ucapan selamat.
70 tahun merdeka,
menjadikan kebebasan politik Nusantara membelenggu diri sendiri. Menyerahkan
kepala untuk dijadikan keset tuan-tuan yang datang menebar dolar. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar