Halaman

Rabu, 12 Agustus 2015

2013, Minimalisasi Syahwat Politik

2013, Minimalisasi Syahwat Politik

Impian dan harapan bangsa, negara dan masyarakat Indonesia di 2013, kalau dievaluasi akan mengerucut pada kondisi yang diinginkan yaitu agar tidak terjadi lagi, tidak terulang lagi bencana politik. Sumber bencana politik bersifat lokal, sesaat, namun dampaknya luar biasa. Terlebih jika bencana politik masuk kategori pagar makan tanaman, yaitu biang keroknya adalah oknum wakil rakyat maupun pimpinan daerah yang dipilih langsung oleh rakyat. Dampak bencana politik bersifat sistemik, karena pelakunya dari para elite partai politik (parpol) yang bercokol di birokrat dan wakil rakyat.

Bencana politik mulai dari akibat ulah mulut penganut politik praktis sampai apa yang dilakukan oleh kaki dan tangan petinggi parpol. Kaki mengajak untuk tidak menghadiri sidang DPR, tetapi rajin untuk melakukan kunjungan kerja, studi banding ke manca negara. Tangan dengan sadar diri dan keyakinan penuh  mengutip uang negara secara berlebih untuk kepentingan anak keturunannya.

Syahwat politik terlihat pada koalisi parpol pemenang pemilu 2009. Parpol bersatu agar kursi kekuasaan tidak direbut parpol papan bawah. Bukan untuk membentuk sinergi sehingga dalam penyelenggaraan negara bisa optimal. Konflik internal parpol pun bisa sebagai bahaya laten yang menguras habis energi dan emosi bangsa, negara dan rakyat. Survei siapa yang paling layak jadi presiden semakin memperparah gejolak syahwat politik.


2013 sebagai tahun kritis gejolak syahwat politik, jika tidak bisa diminimalisir sampai ambang bawah, dipastikan kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat akan jadi korban sia-sia. Konsentrasi dan fokus parpol adalah mencari bekal dan akal agar bisa menang dalam pesta demokrasi. Pilpres 2014 sebagai daya tarik parpol untuk berbuat apa saja. Parpol incumbent atau petahana tentu tak mau kehilangan kursi empuknya. Bagi wakil rakyat yang baru satu periode sudah tancap gas dan ancang-ancang di internal paprol agar tetap masuk bursa pencalonan. Ketua Umum parpol banyak yang merasa bisa jadi RI-1, bahkan tanpa sungkan mencapreskan dirinya. Bahkan tanpa malu maju sebelum dipanggil namanya. [Haen]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar