Halaman

Jumat, 21 Agustus 2015

Kasus Kampung Pulo Jakarta, dampak pembiaran pemanfaatan tanah negara secara ilegal

Kasus Kampung Pulo Jakarta, dampak pembiaran pemanfaatan tanah negara secara ilegal


Pola pemilikan, penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah negara secara ilegal maupun banyaknya orang mendirikan bangunan (khususnya rumah liar, kumuh, tidak layak huni) di tanah ilegal, di tanah terlantar, di bantaran sungai, rel kereta api, di kolong jembatan layang, menjadi menu resmi di depan mata penyelenggara pemerintah provinsi DKI Jakarta.

Penjaringan dan penyaringan pendatang baru seolah hanya dilakukan resmi setahun sekali, pasca pemudik lebaran balik ke Jakarta. Padahal pintu masuk ke Jakarta bisa dari segala arah. Bahkan pendatang ilegal dari manca negara bebas melenggang masuk. Di pihak lain, rumah bisa dibeli/dimiliki oleh WNA. Bahkan pulau kecil bisa disewa beli oleh investor asing.
Jakarta sebagai minatur Nusantara, buka 24 jam, berbagai suku, agama, ras dan antar golongan kumpul bareng mencari nafkah, adu nasib, adu nyali, berjibaku. Penduduk siang hari bisa berlipat dibanding penduduk malam hari. Mental pendatang merasa bak raja, apalagi dengan modal minimal ingin hasil optimal. Tak salah jika "dikei ati ngrogoh rempelo" menjadi pedoman hidup.[HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar