Halaman

Jumat, 28 Agustus 2015

revolusi mental Nusantara, negara terjun bebas vs negara autopilot


Aroma irama kefasikan media massa di era SBY, entah diperiode 2004-2009 atau 2009-2014, dimanfaatkan mentah-mentah oleh oknum pengamat politik atau lembaga survei bayaran, amatiran, mencari sensasi, sesuai pesanan, dengan ilmu hitung mundur. Acara, adegan maupun atraksi di media penyiaran TV, host merasa cerdas dan sarat ilmu membuat pernyataan yang sensasional sekaligus memberondong bintang tamu dengan pertanyaan standar, baku dan dangkal. Tidak beda jauh dengan editorial dengan bintang tamu dari kandang sendiri, sehingga kadar analitisnya beraliran menghujat sekaligus menjilat. Bangga bisa mengunakan istilah ‘negara terjun bebas’, bangga mengungkapkan kata ‘negara autopilot’.

Aroma irama kefasikan media massa di era pasca SBY, tepatnya periode 2014-2019, mencapai klimaks, titik nadir atau titik kritis. Ahli fasik yang berhasil mendukung jagonya berhasil disumpah jadi presiden/kepala negara, bukan tanpa pamrih. Berbagai skenario langsung beredar dan jalan sesuai skenario dukungan, relawan dan politik balas jasa. Selain kebagian kursi kekuasaan, berharap jatah uang negara melalui pengadaan barang/jasa pemerintah berbasis aturan e-procurement yang bisa diatur. Lengkap sudah dayab tarik berhala Reformasi 3K (kuasa, kuat, kaya). Negara, selain dianggap sebagai warisan, masa depannya sudah digadaikan secara sistematis, masif, berkelanjutan, tanpa tedeng aling-aling, tanpa mengenal malu.

Akhir kata, semester pertama atau tahun pertama 2014-2019, ilmu hukum, ilmu politik, ilmu ekonomi tak berdaya menghadapi kenyataan hidup. Bukan juga salah penyandang ilmu dalam melaksanakan tugas fungsi sebagai penyelenggara negara. Kalau sudah begini dan begitu, perlu doa, aksi teatrikal, pembacaan puisi dan orasi ilmiah massal tolak bala. Diimbangi rawatan dan ruwatan Nusantara. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar