ketika presiden hanya sebagai boneka politik
Joko Widodo bisa menjadi presiden karena memakai
kendaraan politik. Ironis, setelah jadi presiden sifat menghambanya ke partai
politik pengusungnya masih kental, nyata dan berkelanjutan. PDIP merasa Jokowi
sebagai hak milik, yang bebas diatur, dikendalikan sekaligus harus tunduk,
patuh dan taat pada komando bandar politik. Kebjiakan partai menjadi penentu
kebijakan yang akan dilakukan presiden.
Joko Widodo merasa bukan milik rakyat, wajar kalau
blusukan agar seolah dekat dengan rakyat. Modus operandi para oknum di lingkar
pertama, menjadikan Jokowi semakin terasing dari rakyat, semakin ada jarak
dengan rakyat. Dampak politik transaksional semakin menjerat dan menjebak
langkah nyata presiden. Presiden tinggal menjalankan petunjuk, arahan dan pasal
konspirasi internasional sampai konspirasi lokal.
Joko Widodo semakin tidak sempat bercermin, mematut
diri, apalagi mengevaluasi diri sendiri sejak dini. Justru sibuk mencari
tampilan diri untuk menutupi rasa kurang percaya diri. Mencari ekspresi bicara agar
nampak sebagai pemikir, hemat bicara boros kerja. Mencari stelan busana pantas
pakai yang bisa mendongkrak citra diri. Mencari gaya sisiran rambut yang
menunjukkan kadar isi kepala.. Mencari cara sapa, salam dan senyum untuk
dihafalkan sesuai lingkungan. Mencari irama jalan agar nampak berbobot, sopan
dan bermartabat.
Joko Widodo alpa dan lupa bahwa manusia tidak bisa,
tidak mampu melihat dirinya sendiri. Membaca siapa aku, siapa diriku
sebenarnya. Butuh bantuan orang lain, dengan tujuan agar lebih benar dan lebih
baik. Walau betapa pahit yang dikatakan orang. Orang lain akan jujur melihat
diri kita.
Ketika ada yang memberi masukan (bentuk penghalusan
makna : kritik, caci, maki, cerca, cela, hujat, hardik, sindir, sentil, jewer, protes,
saran, himbau, tuding), ada yang mengingatkan, malah diartikan masuk pasal
penghinaan, masuk kategori menghujat. Justru yang memakai pasal menjilat, yang
akan menjerumuskannya.
Memang, memberi masukan butuh ilmu. Ada rukunnya,
bahkan agama juga punya resep jitu cara memberi nasihat, saling mengingatkan.
Apalagi masukan kepada yang bukan satu level, bukan satu kasta. Bisa-bisa bisa
bak meludah ke atas, terpercik wajah sendiri. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar