Halaman

Rabu, 05 Agustus 2015

Jangan Hanya Berdoa Minta Surga Klas Melati

Jangan Hanya Berdoa Minta Surga Klas Melati

Berita langit, firman Allah memang secara langsung tidak sampai ke telinga kita. Namun dengan ilmu pengetahuan kita bisa membaca ayat-Nya. Kita bisa baca ayat qouliyah, yaitu kalam Allah (Al-Qur’an) yang diturunkan secara formal kepada Nabi Muhammad SAW, berisi petunjuk bagi manusia. Serta kita dapat simak ayat kauniyah, yaitu fenomena alam, informasi lingkungan dimanapun kita berpijak. Kita wajib memampukan diri untuk membaca ayat qouliyah maupun ayat kauniyah.

Dibutuhkan kepekaan, kepedulian dan daya tanggap yang tidak ala kadarnya untuk membaca ayat kauniyah. Namanya manusia, fakta terang benderang di depan mata, kejadian nyata aktual dan faktual kita temui setiap saat di sembarang tempat, kita anggap sebagai hal lumrah. Bencana alam yang akrab menyapa bergantian, kita anggap sebagai peristiwa alam. Musibah memang sebagai menu kehidupan harian sampai tahunan, tentunya ada makna terselubung. Musibah sebagai hikmah bertimbal balik, berkaitan, berkorelasi dengan tindakan kita.

Mungkin, selama ini kita merasa segala tindakan kita berdampak di akhirat. Rutinitas harian menjadikan pemahaman bahwa apa yang kita lakukan adalah hal yang lazim, layak, dan lumrah. Tidak berdampak pada kerja malaikat pencatat amal perbuatan manusia.Padahal kita kurang menyadari apakah segala tindak dan perilaku harian kita malah menambah argo dosa atau pada sisi keyakinan apakah gerak dan langkah ritual kita malah menggerogoti saldo amal. Kita lebih suka mengerjakan hal yang besar, nyata, terukur dan berdampak sistemik dalam skala dunia.

Masih terdapat sebagian dari kita yang menterjemahkan melaksanakan segenap perintah Allah secara total dan sekaligus menjauhi segalan larangan-Nya dengan sekuat tenaga, pada ikhwal yang terkait urusan dengan Allah semata, terkait prosesi peribadatan. Tidak terkait dengan urusan antar manusia, manusia dengan lingkungan, manusia dengan sistem kehidupan. Tepatnya terjebak, terjerat pada aliran dan faham dikotomi ‘Hablum Minallah’ vs ‘Hablum Minannas’.

Hidup rutin harian, urusan dengan Allah tidak prioritas, dilakukan di sisa waktu, di waktu luang, saat ingat. Bahkan saat tubuh butuh istirahat, lebih mementingkan panggilan perut dan mata. Tuntunan dalam  ‘Hablum Minallah’ sudah diatur dalam rukun dan tidak boleh dimodifikasi, baik bentuknya maupun waktunya. Walau Allah memberikan kemudahan dan keringanan, tentunya kita tidak mau dalam kondisi serba darurat.

Waktu adalah uang, sampai dogma ‘hidup untuk bekerja’ atau ‘bekerja untuk hidup’, menjadi filsafat hidup sampai pegangan hidup kita. Orang sukses merasa karena hasil kerja kerasnya, merasa berkat daya kerja otaknya, merasa dampak peras keringat banting tulang, merasa daya juang tak kenal lelah. Ketika musibah akrab dengan kita, atau suskes yang tertunda, atau mimpi tak segera terwujud, Allah menjadi sasaran umpatan, dikambinghitamkan.

Apakah manusia yang seolah bisa mewujudkan surga dunia dari hasil korupsi atau tindak pidana mengalihkan aliran dana negara ke kantong pribadi, telah merintis surga akhirat. Jika akhirnya terpaksa menghuni neraka dunia (penjara,  rumah tahanan, lembaga pemasyarakatan), bisa menyulapnya menjadi neraka serasa surga. Terpidana korupsi dari kaum Adam maupun kalangan Hawa, mampu “merenovasi” penjara menjadi hotel plus. Penghuni neraka dunia memang bisa kolusi, kompromi, koalisi, kongsi, kongkalingkong dengan ‘malaikat penjaga neraka dunia’ atau sipir, artinya ‘semua bisa diatur’. Apakah kejadian atau makna alenia ini, adanya dampak doa ingin surga dunia dan surga akhirat. Ataukah sebagai perjuangan manusia yang dikabulkan Allah. Di media penyiaran TV, kita saksikan betapa terpidana korupsi malah obral senyum, ketawa-ketiwi, bangga diwawancarai, apalagi kalau bisa ‘menyanyi’.

Apakah, ataukah karena selama ini kita hanya berdoa untuk urusan dunia maupun urusan akhirat ala kadarnya. Redaksi dan substansi doa dengan rendah hati namun kurang berklas, kurang berkwalitas, kurang berbobot, kurang bermakna. Berdoa kepada-Nya adalah meminta. Ada benarnya seloroh komedian, “sedikit-sedikit minta, sedikit-sedikit minta. minta kok sedikit”. Untuk urusan dunia, kita minta apa saja yang belum kita punya, yang kita impikan, yang akan kita raih. Wajib syukur atas segala yang kita miliki, yang menjadi seolah hak milik kita. Syukur nikmat namun tetap berharap nikmat selanjutnya. Untuk urusan akhirat, jangan hanya minta surga pinggiran, surga di ujung gang, surga tipe sederhana, surga papan bawah, surga kaum minoritas ataupun surga klas melati.

Surga tidak bisa kita bayangkan dan kita cerna dengan pancaindra, akal pikiran bahkan ilmu pengetahuan manusia. Info surga bisa kita simak [QS Ali ‘Imran  (3) : 133] : "Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,” Jangan diterjemahkan, bagaimana bentuk surga, sebagai bola atau bentangan. Apakah di luar pagar surga ada bentuk kehidupan lain. Seberapa daya tampung dan daya duku surga.

Namun, melalui tulisan ini, sesuai judul, mengajak pembaca saat berdoa minta kepada Allah, jangan setengah-setengah. Terlebih untuk masa depan tanpa yang batas waktu, yang tidak sekedar ‘yang luasnya seluas langit dan bumi’ yaitu akhirat. Allah telah mengsisyaratkan betapa [QS Al Kahfi  (18) : 107] : "Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal,"

Jadi, mau apa lagi. Tunggu apa lagi. Jangkauan kita adalah surga Firdaus. [HaeN].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar