Jangan Hanya Berdoa Minta Surga Klas Melati
Berita langit, firman
Allah memang secara langsung tidak sampai ke telinga kita. Namun dengan ilmu
pengetahuan kita bisa membaca ayat-Nya. Kita bisa baca ayat qouliyah, yaitu kalam Allah (Al-Qur’an) yang
diturunkan secara formal kepada Nabi Muhammad SAW, berisi petunjuk bagi
manusia. Serta kita dapat simak ayat kauniyah, yaitu fenomena alam, informasi
lingkungan dimanapun kita berpijak. Kita wajib memampukan diri untuk membaca
ayat qouliyah maupun ayat kauniyah.
Dibutuhkan kepekaan, kepedulian dan daya tanggap yang
tidak ala kadarnya untuk membaca ayat kauniyah. Namanya manusia, fakta terang
benderang di depan mata, kejadian nyata aktual dan faktual kita temui setiap
saat di sembarang tempat, kita anggap sebagai hal lumrah. Bencana alam yang akrab
menyapa bergantian, kita anggap sebagai peristiwa alam. Musibah memang sebagai
menu kehidupan harian sampai tahunan, tentunya ada makna terselubung. Musibah
sebagai hikmah bertimbal balik, berkaitan, berkorelasi dengan tindakan kita.
Mungkin, selama ini kita merasa segala tindakan kita
berdampak di akhirat. Rutinitas harian menjadikan pemahaman bahwa
apa yang kita lakukan adalah hal yang lazim, layak, dan lumrah. Tidak berdampak
pada kerja malaikat pencatat amal perbuatan manusia.Padahal kita kurang menyadari apakah segala tindak dan perilaku
harian kita malah menambah argo dosa atau pada sisi keyakinan apakah gerak dan
langkah ritual kita malah menggerogoti saldo amal. Kita lebih suka mengerjakan
hal yang besar, nyata, terukur dan berdampak sistemik dalam skala dunia.
Masih terdapat
sebagian dari kita yang menterjemahkan melaksanakan segenap perintah Allah
secara total dan sekaligus menjauhi segalan larangan-Nya dengan sekuat tenaga,
pada ikhwal yang terkait urusan dengan Allah semata, terkait prosesi
peribadatan. Tidak terkait dengan urusan antar manusia, manusia dengan
lingkungan, manusia dengan sistem kehidupan. Tepatnya terjebak, terjerat pada
aliran dan faham dikotomi ‘Hablum Minallah’ vs ‘Hablum
Minannas’.
Hidup rutin harian,
urusan dengan Allah tidak prioritas, dilakukan di sisa waktu, di waktu luang,
saat ingat. Bahkan saat tubuh butuh istirahat, lebih mementingkan panggilan
perut dan mata. Tuntunan dalam ‘Hablum Minallah’ sudah diatur
dalam rukun dan tidak boleh dimodifikasi, baik bentuknya maupun waktunya. Walau
Allah memberikan kemudahan dan keringanan, tentunya kita tidak mau dalam
kondisi serba darurat.
Waktu adalah uang,
sampai dogma ‘hidup untuk bekerja’ atau ‘bekerja untuk hidup’, menjadi filsafat
hidup sampai pegangan hidup kita. Orang sukses merasa karena hasil kerja
kerasnya, merasa berkat daya kerja otaknya, merasa dampak peras keringat
banting tulang, merasa daya juang tak kenal lelah. Ketika musibah akrab dengan
kita, atau suskes yang tertunda, atau mimpi tak segera terwujud, Allah menjadi
sasaran umpatan, dikambinghitamkan.
Apakah manusia yang
seolah bisa mewujudkan surga dunia dari hasil korupsi atau tindak pidana mengalihkan
aliran dana negara ke kantong pribadi, telah merintis surga akhirat. Jika
akhirnya terpaksa menghuni neraka dunia (penjara, rumah tahanan, lembaga pemasyarakatan), bisa
menyulapnya menjadi neraka serasa surga. Terpidana korupsi dari kaum Adam
maupun kalangan Hawa, mampu “merenovasi” penjara menjadi hotel plus. Penghuni
neraka dunia memang bisa kolusi, kompromi, koalisi, kongsi, kongkalingkong
dengan ‘malaikat penjaga neraka dunia’ atau sipir, artinya ‘semua bisa diatur’.
Apakah kejadian atau makna alenia ini, adanya dampak doa ingin surga dunia dan
surga akhirat. Ataukah sebagai perjuangan manusia yang dikabulkan Allah. Di
media penyiaran TV, kita saksikan betapa terpidana korupsi malah obral senyum,
ketawa-ketiwi, bangga diwawancarai, apalagi kalau bisa ‘menyanyi’.
Apakah, ataukah
karena selama ini kita hanya berdoa untuk urusan dunia maupun urusan akhirat
ala kadarnya. Redaksi dan substansi doa dengan rendah hati namun kurang berklas,
kurang berkwalitas, kurang berbobot, kurang bermakna. Berdoa kepada-Nya adalah
meminta. Ada benarnya seloroh komedian, “sedikit-sedikit minta, sedikit-sedikit minta. minta kok sedikit”. Untuk urusan
dunia, kita minta apa saja yang belum kita punya, yang kita impikan, yang akan kita
raih. Wajib syukur atas segala yang kita miliki, yang menjadi seolah hak milik
kita. Syukur nikmat namun tetap berharap nikmat selanjutnya. Untuk urusan
akhirat, jangan hanya minta surga pinggiran, surga di ujung gang, surga tipe sederhana,
surga papan bawah, surga kaum minoritas ataupun surga klas melati.
Surga tidak bisa kita
bayangkan dan kita cerna dengan pancaindra, akal pikiran bahkan ilmu pengetahuan
manusia. Info surga bisa kita simak [QS Ali ‘Imran (3) : 133] : "Dan bersegeralah
kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit
dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,” Jangan diterjemahkan,
bagaimana bentuk surga, sebagai bola atau bentangan. Apakah di luar pagar surga
ada bentuk kehidupan lain. Seberapa daya tampung dan daya duku surga.
Namun, melalui tulisan
ini, sesuai judul, mengajak pembaca saat berdoa minta kepada Allah, jangan
setengah-setengah. Terlebih untuk masa depan tanpa yang batas waktu, yang tidak
sekedar ‘yang luasnya seluas langit dan bumi’ yaitu akhirat. Allah
telah mengsisyaratkan betapa [QS Al Kahfi (18) : 107] : "Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh,
bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal,"
Jadi, mau apa lagi. Tunggu apa lagi.
Jangkauan kita adalah surga Firdaus. [HaeN].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar