beban moral partai politik, syarat mendapatkan
badan hukum vs syarat peserta pemilu
Rakyat
tidak ambil pusing kalau ‘Politik’ adalah seni mengatur
dan mengurus negara dan ilmu kenegaraan. Rakyat tidak peduli di awal Reformasi
bergulir tata kelola kepemerintahan yang baik (good governance) bagi aparatur
negara, sekarang berwujud Reformasi
Birokrasi. Rakyat tidak mau tahu apa dan siapa yang disebut pengatur/pengurus
atau penyelenggara negara. Rakyat acuh tak acuh ada ilmu bernegara yang harus
diamalkan.
Politik mengatasnamakan rakyat hanya
manjur saat Proklamasi 17 Agustus 1945. Perjalanan sejarah, rakyat diposisikan
sebagai obyek pembangunan, sebagai pelengkap penderita, dibebani dengan
berbagai kewajiban. Di era Reformasi, pembangunan pro-rakyat hanya sebatas
persyaratan administrasi. Sebagai pemanis di RPJMN periode tertentu, apalagi
dikemas dengan jargon heroik. Semisal Trisakti dan Nawa Cita 2014-2019.
Untuk menunjukkan prioritas dalam
jalan perubahan dengan meneguhkan kembali jalan ideologis menuju Indonesia (sesuai
penjabaran TRISAKTI yaitu) yang berdaulat secara politik, mandiri dalam bidang
ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan, dirumuskan sembilan agenda prioritas.
Kesembilan agenda prioritas itu disebut NAWA CITA
Agenda pembangunan nasional disusun
sebagai penjabaran operasional dari Nawa Cita yaitu: (1) menghadirkan kembali
negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman kepada seluruh
warga negara; (2) mengembangkan tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif,
demokratis, dan terpercaya; (3) membangun Indonesia dari pinggiran dengan
memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan; (4)
Memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan
hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya; (5) meningkatkan
kualitas hidup manusia Indonesia; (6) meningkatkan produktivitas rakyat dan
daya saing di pasar Internasional; (7) mewujudkan kemandirian ekonomi dengan
menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik; (8) melakukan revolusi
karakter bangsa; dan (9) memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi
sosial Indonesia. Masing-masing agenda dijabarkan menurut prioritas-prioritas
yang dilengkapi dengan uraian sasaran, arah kebijakan dan strategi.
Jika kita membuka UU 2/2011 tentang “PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG
PARTAI POLITIK”, khususnya Pasal 1 angka 1, yang dimaksud dengan :
“Partai Politik adalah organisasi yang bersifat
nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela
atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela
kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”
Memang keberadaan partai politik dilindungi oleh UUD 1945, serta pola
persebarannya didukung dan diperkuat dengan UU, a.l UU 2/2011, UU 8/2012
tentang “PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN
RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH”.
Betapa posisi kecamatan menjadi penentu partai politik.
UU 2/2011, Pasal 3 angka (3) butir c
menjelaskan jika parpol untuk menjadi badan hukum, harus mempunyai kepengurusan
pada setiap provinsi dan paling sedikit 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari
jumlah kabupaten/kota pada provinsi yang bersangkutan dan paling sedikit 50%
(lima puluh perseratus) dari jumlah kecamatan pada kabupaten/kota yang
bersangkutan.
UU 2/2011, Pasal 8 angka (2) menjelaskan
:
Partai
politik yang tidak memenuhi ambang batas perolehan suara pada Pemilu sebelumnya
atau partai politik baru dapat menjadi Peserta Pemilu setelah memenuhi
persyaratan:
a.
berstatus badan hukum sesuai
dengan Undang-Undang tentang Partai Politik;
b.
memiliki kepengurusan di
seluruh provinsi;
c. memiliki kepengurusan di 75%
(tujuh puluh lima persen) jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan;
d. memiliki kepengurusan di 50%
(lima puluh persen) jumlah kecamatan di kabupaten/kota yang bersangkutan;
e.
. . . . .
Dapat disimpulkan bahwa ternyata partai
politik, sebagai badan hukum maupun peserta pemilu, mengakar ke atas. Tidak
mengakar ke bawah, ke akar rumput, ke tingkat kecamatan. [HaeN].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar