Humaniora Dibaca :209 kali , 0 komentar
Tunaikan Ibadah, Jangan Tambal Sulam
Ditulis : Herwin Nur, 10 April 2013 | 19:38
Makna Ibadah
Tidak
salah, kalau ada yang mengartikan ibadah sebagai realisasi pelaksanaan
perintah Allah yang ada dalam rukun Islam. Dilaksanakan sesuai pedoman,
adab, bersifat ritual, membutuhkan waktu, yang kasat mata, dan banyak
temannya. Ibadah yang dilakukan dipilah dan dipilih yang wajib saja,
yang sunnah jika sempat, atau dianggap sebagai ”pengganti”, penambal
ibadah wajib yang ketinggalan kereta. Melaksanakan ibadah sunnah
terkadang rancu dengan adat, terutama yang jamak dilakukan masyarakat.
Ibadah
wajib diutamakan pada ibadah sholat 5 waktu, yang membutuhkan keahlian
dalam manajemen waktu, serta fasilitas khusus untuk berjamaah. Ibadah
puasa Ramadhan, saat setan dibelenggu, yang puasa untuk urusan perut dan
nafsu yang haknya juga ikut dibelenggu. Ibadah haji, walau diwajibkan
bagi yang mampu sekali seumur hidup, membutuhkan modal yang terukur
maupun yang tak terukur. Menjadi tamu Allah, nyawa bisa jadi taruhan.
Allah menciptakan dan menjadikan manusia bukanlah dengan percuma, tidaklah dengan sia-sia. Ikhwal ini sesuai dan mengacu terjemahan [QS Al Mu’minuun (23) : 115] : “Maka
apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara
main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” serta terjemahan [QS Al Qiyaamah (75) : 36] : “Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)?”
Posisi Ibadah
Ibadah
mempunyai makna sebagai ‘yang mengabdi’ atau ‘cara mengabdi’. Posisi
ibadah dalam kehidupan manusia, merupakan perintah Allah yang tersurat
dalam Al-Qur’an, simak terjemahannya [QS Adz Dzaariyaat (51) : 56] : “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.
Hidup
manusia ibarat mainan yoyo, dilemparkan ke segala arah untuk kembali.
Kita tidak tahu seberapa panjang talinya, perjalanan dilempar dan
baliknya akan mulus, atau ada masalah di jalan. Seberapa keseriusan,
daya juang dan pengorbanan dalam menunaikan ibadah, kita ingat wasiat Rasulullah saw dalam haditsnya : “Bekerjalah
untuk duniamu seolah-olah kamu akan hidup selama-lamanya dan bekerjalah
untuk akhiratmu (ibadah) seolah-olah kamu akan mati besok pagi”. (HR Imam Al Baihaqi)
Ironisnya,
justru orang yang berakal atau berpendidikan formal secara sadar
memilih fitnah dunia dengan cinta dunia. Mereka memahami bahwa harta,
tahta, dan wanita bisa menjadi fitnah dunia, tetapi sekaligus berupaya
meraihnya. Bukan sekedar sudah suratan sejarah manusia, simak terjemahan [QS Ali ‘Imran (3) : 14] : “Dijadikan
indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini,
yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas,
perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah
kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang
baik (surga)”.
Rasulullah
saw telah memberikan peringatan kepada umatnya dalam berbagai
kesempatan, beliau bersabda dalam haditsnya: Dari Abu Said Al-Khudri ra
dari Nabi saw bersabda: ”Sesungguhnya dunia itu manis dan lezat, dan
sesungguhnya Allah menitipkannya padamu, kemudian melihat bagaimana
kamu menggunakannya. Maka hati-hatilah terhadap dunia dan hati-hatilah
terhadap wanita, karena fitnah pertama yang menimpa bani Israel
disebabkan wanita”. (HR Muslim)
Secara Istiqamah
Tunaikan
ibadah secara konsisten dan kontinyu, penuhi yang wajib dan perbanyak
yang sunnah, karena ada nikmat besar dari Allah, Rasulullah saw bersabda: “Jika
seorang ahli ibadah jatuh sakit atau safar, ia tetap diberi pahala
ibadah sebagaimana ketika ia sehat atau sebagaimana ketika ia tidak
dalam safar”. [HR. Bukhari] [Herwin Nur/wasathon.com]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar