Halaman

Senin, 23 Desember 2013

Hadirkan Suasana Keluarga Islami Ramah Anak

Humaniora     Dibaca :230 kali , 0 komentar

Hadirkan Suasana Keluarga Islami Ramah Anak

Ditulis : Herwin Nur , 23 April 2013 | 12:01
Berdasarkan Keppres 44/1984 tentang “HARI ANAK NASIONAL” maka setiap tanggal 23 Juli diperingati sebagai Hari Anak Nasional (HAN). Peringatan HAN dilaksanakan di tingkat nasional dan di tingkat daerah dengan tujuan agar semua lapisan masyarakat menyadari akan pentingnya pendidikan, kesehatan, gizi, pengasuhan dan perlindungaan anak Indonesia. Penyelenggaraan HAN tiap tahunnya dilaksanakan secara koordinatif yang kepanitiaannya dilakukan secara bergantian oleh  9 kementerian di bawah Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat.    
  
Payung hukum dan kepedulian  pemerintah terhadap hak anak, lebih dari cukup. Ditetapkan dalam Pasal 28B, butir (2) UUD 1945 :

(2)  Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.  
  
Sebagai anggota PBB, 26 Januari 1990, Pemerintah Republik Indonesia telah menandatangani Convention on the Rights of the Child (Konvensi tentang Hak-hak Anak) sebagai hasil Sidang MU PBB yang diterima pada tanggal 20 Nopember 1989. Hak anak pun sudah ditetapkan dalam UU 39/1999 tentang “HAK ASASI MANUSIA”.  

Ironisnya, setelah berbagai kasus yang menimpa dan melibatkan anak, banyak pihak baru kebakaran jenggot. Ibarat kebakaran atau bencana alam, tindakan bersifat reaktif, bukannya preventif. Selain saling menyalahkan dan lempar tanggung jawab,  ujung-ujungnya mengkambinghitamkan pemerintah.

Pendekatan hukum selama ini dalam menangani anak hanya sekedar bersifat seremonial, formal dan kolosal. Ibaratnya, hanya memperbaiki atap rumah yang sedang bocor, bukan memperkuat pondasi rumah.

Sejak Dalam Kandungan
Ikhwal dan ikhtiar melahirkan dan menjadikan anak sholeh, dimulai dari keluarga, dari rumah tangga. Sarana pembinaan keluarga tidak sebatas pada wujud fisik bangunan rumah. Misal, rumah tipe kecil, anak laki dan perempuan yang sudah baliq dalam satu kamar tidur, tidak ada ruang sholat. ‘Rumahku Surgaku’ diimbangi dengan dengan mewujudkan nuansa atau suasana islami.  

Bahkan sejak dalam kandungan, anak berhak mendapat pendidikan agama. Suasana islami bisa dihadirkan, misal mulai dari berdo’a untuk anak dalam kandungan, diajak berbicara sampai pikir, ucap dan tindak sang ibu yang mengarah pada pembentukan paramter anak sholeh.

Makna keluarga dalam Islam mempunyai posisi yang pertama dan utama, baik sejak dipertemukannya pasangan suami isteri, tempat batu pertama pembangunan pondasi keislaman anak sampai fungsinya sebagai sekolah dan madrasah pertama.

Begitu anak lahir, kewajiban berikutnya menanti, tersurat dalam kalimat pertama terjemahan [QS Al Baqarah (2) : 233] :  
Para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.”

Pemberian ASI (Air Susu Ibu) juga bermakna terjadi kontak batin ibu dengan anaknya.

Suasana Islami
Keluarga  merupakan lingkungan awal  bagi anak sebelum terjun ke dalam lingkungan masyarakat.  Seperti apa suasana religi yang dihadirkan dalam keluarga, kita mengacu terjemahan [QS An Nahl (16) : 78] : 
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”.

Artinya, suasana islami bisa diwujudkan dalam bentuk sesuai atau berinteraksi dengan fungsi pendengaran, penglihatan anak serta memberikan asupan rohani pada jiwa. Anak tidak hanya membutuhkan orangtua sebagai teladan, panutan bahkan idola, tetapi juga membutuhkan berbagai peran aktif orangtuanya. Faktor ajar lebih ampuh dan mujarab daripada perintah. Di era demokratis, hubungan anak dengan orangtua bisa menimbulkan masalah tersendiri, dampak negatifnya sudah kita rasakan.[Herwin Nur/Wasathon.com]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar