Humaniora Dibaca :774 kali , 1 komentar
Komunitas Subuh, Bukan Monopoli Generasi Tua
Ditulis : Herwin Nur, 21 September 2012 | 16:24
Motivasi Duniawi
Pergerakan
roda kehidupan duniawi manusia dipatok mulai dari subuh sampai subuh
berikutnya, dalam skala waktu harian, 24 jam, serta akan berulang rutin
sampai akhir hayat. Motivasi meninggalkan nikmat tidur sebelum fajar
berkibar, karena mengejar waktu. Tempat kerja, tempat sekolah, tempat
kuliah yang jauh menyebabkan orang terpaksa bangun sebelum terang tanah.
Seolah
sudah menjadi kewajiban seorang ibu, seorang isteri untuk bangun pagi
terlebih dahulu, sementara anggota keluarga yang lain masih bergulat
melawan kantuk. Terbawa kodrat dan tradisi, ibu rumah tangga memang
terbiasa bangun pagi untuk menyiapkan kebutuhan keluarga.
Umat Islam buka mata jelang subuh agar tidak buta dalam melihat kenyataan hidup. Memulai kehidupan untuk akhirat dan dunia. Melaksanakan kehidupan dunia sebagai ibadah, tidak sekedar kewajiban sesuai dengan status dan perannya.
Gerakan Subuh
Kendati
Islam sebagai agama moderat, diharapkan umat Islam dalam ibadah tidak
memilih status yang paling ringan, kondisi yang paling aman, dalam batas
minimal, dalam kadar standar, dalam skala di atas ambang bawah yang
masih masuk hitungan amal.
Hari esok adalah rahasia Tuhan, tidak seorang pun bisa mengetahui
apa yang akan terjadi, apakah kita masih bisa menikmatinya atau tidak.
Memanfaatkan waktu, a.l dengan menegakkan sholat 5 waktu di awal waktu.
Bangun pagi itu sangat penting, karena saat itulah malaikat pembawa rezeki menyebarkan rezekinya di dunia, serta menyaksikan hamba Allah yang sedang sholat subuh. Usai sholat subuh, bertebaran di muka bumi mencari rezeki Tuhan.
Warga Usia Lanjut
Karena
usia, manusia memasuki usia pensiun, atau tanpa pensiun, memasuki
kategori usia senja. Kebijakan pemerintah untuk memberi KTP seumur hidup
bagi warga usia lanjut (>60 tahun) atau wulan, bisa sebagai
penghormatan sesuai Pasal 41, ayat 2, UU 39/1999 tentang “HAM”, yaitu :
“Setiap
penyandang cacat, orang yang berusia lanjut, wanita hamil, dan
anak-anak, berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus.”
Pensiun bukanlah akhir dari pengabdian, hanya memasuki etape berikutnya. Banyak upaya dan usaha yang selama ini terabaikan, digairahkan
dengan bekal pengalaman sebagai pegawai. Kesibukan sebagai pegawai
ternyata bisa menunda berbagai penyakit; mengalihkan perhatian kita
sebagai makhluk sosial; menyedot energi dan kalori dalam menjaga gengsi
bahkan terjadi (karena alasan panggilan dan demi tugas?) malah menebar
racun dan ranjau untuk masa depannya. Ironisnya, memakmurkan rumah Allah
tidak masuk prioritas pertama dan utama.
Bukan
karena wulan atau waktu luang banyak, mereka menyegerakan kebajikan,
amal saleh. Subuh berjamaah di rumah Allah, sarat manfaat, sebagai ajang
silaturahmi, pelaksanaan ukhuwah. Jumpa sesama wulan, tidak sekedar
bernostalgia, cerita kenang masa lalu, tetapi larut untuk urusan
akhirat.
Misteri Azan Subuh
Memang
bisa terjadi, suasana masjid saat sholat subuh laksana di panti jompo
saja. Muazin dan imam dirangkap satu orang. Generasi muda yang
bersemangat sholat Jum’at, hanya diwakili beberapa shaf/orang.
Sholat
termasuk ibadah ritual yang tidak dapat dipisahkan dengan masalah
sosial. Baik tidaknya sholat seseorang tidak hanya dinilai dari segi
teknisnya (kaifiyah) saja, tapi juga perilaku sosialnya, hubungan antar
umat.
Misteri azan subuh, pada kalimat “sholat itu lebih baik daripada tidur”,
tidak sekedar pada masalah kesehatan. Misteri ini menjawab jamaah subuh
menjadi hak milik umat Islam, semua generasi.(Herwin Nur/Wasathon.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar